Mohon tunggu...
Giorgio Babo Moggi
Giorgio Babo Moggi Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar yang tak berhenti untuk menulis

Dream is My Life's Keyword.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Tutubadha, Kampung Adat di Bibir Ngarai

22 Januari 2019   12:45 Diperbarui: 22 Januari 2019   13:09 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak-anak Kampung Adat Tutubadha, Nagekeo, NTT (Foto: Dok. Pribadi)

Hujan baru saja melibas Rendu dengan derasnya. Memaksa kami untuk berteduh di rumah salah seorang guru. Waktu beranjak menuju tapal batas senja. 

Guratan langit Rendu kian cerah tapi menyisahkan titik-titik gerimis. Kami berjalan beringinan dengan rintik-rintik hujan. Pulang ke kota Mbay, ibukota Kabupaten Nagekeo, NTT, yang memesona saat musim hujan tiba.

 Pak Paskalis mengajak saya mampir di rumahnya. Minum kopi senja sebelum beranjak dari tana Re(n)du. Menghangatkan tubuh yang keruh oleh dinginnya pasca hujan deras.

Rumahnya tepat di sisi kanan jalan Aemali-Mbay. Sisi kiri jalan terdapat ngarai yang sangat dalam dan di lembahnya terdapat perkampungan. Ia memarkir motornya di teras depan rumahnya. Saya menaiki tangga menuju lantai dua.

Halaman Kampung Adat Tutubadha, Nagekeo, NTT (Foto: Dok. Pribadi)
Halaman Kampung Adat Tutubadha, Nagekeo, NTT (Foto: Dok. Pribadi)
Pemandangan sangat indah. Keperkasaan bukit Munde. Sisa-sisa kabut bak kapas merias keperkasaan bukit di depan mata. Lainnya menggelantung di lembah ngarai itu. Berada di ketinggian, sejajar dengan kabut, saya merasakan bak berada di negeri atas awan.

Pemandangan sore itu memesona. Memanjakan mata. Bayangkan saja, suasana alam setelah hujan. Segar dan asri.
Hujan benar-benar redah. Tak satu titik hujan yang menetesi bumi. Kabut berterbangan kian kemari diterpa angin. Kami meninggalkan rumah pak Paskalis. Bergerak pulang ke Mbay.

Sesampai di gerbang Kampung Adat Tutubadha, saya pinta pada Pak Paskalis untuk mampir sejenak. Merasakan sensasi keheningan, keunikan dan magisnya kampung tradisional ini.

"Kita lewat samping kampung saja, "tutur Pak Paskalis.

Anak-anak Kampung Adat Tutubadha, Nagekeo, NTT (Foto: Dok. Pribadi)
Anak-anak Kampung Adat Tutubadha, Nagekeo, NTT (Foto: Dok. Pribadi)
Tiba di salah satu pintu masuk kampung adat, beberapa ibu mandi di pancuran, persis di samping kampung. Kampung ini benar-benar asli. Tak terjamah bangunan modern. Bangunan rumah modern hanya boleh berdiri di luar kampung. Rumah adat seratus persen berbahan alami dan lokal.

Halaman kampung sangat luas. Rerumputan membentang seluas halaman. Sepintas orang melihat bagaikan permadani hijau. Halaman kampung dibatasi susunan bebatuan yang ditata rapih. Kendaraan tak boleh masuk halaman kampung. Itu wajib hukumnya.

Saat kami tiba, suasana kampung sangat hening. Beberapa ibu duduk di beranda rumahnya masing-masing. Satu-dua remaja putri duduk di atas kubur batu yang berada di halaman kampung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun