Kita memang mudah terpesona dengan sosok yang tegas. Tegas bisa dilihat dari cara jalannya, perawakannya, dan suaranya. Pendek kata, sikap tegas dapat dilihat dari sikap kata dan tindakannya. Seseorang boleh saja TEGAS belum tentu memiliki PRINSIP yang teguh. Tegas merupakan sesuatu yang lahiriah (dapat dilihat). Sedangkan PRINSIP merupakan potensi bathiniah (abstrak). Pancaran dari hati yang dijewantahkan dalam keputusan atau tindakan. Makanya kita jangan cepat menakar ketegasan seseorang dari suara, langkah, dan wajah (fisik). Rasakan hatinya dimana PRINSIP itu berlabuh.
Penolakan Jokowi terhadap Golkar (ARB) merupakan contoh sikap sosok yang memiliki PRINSIP. Ia tidak ragu-ragu mengambil keputusan. Sekalipun secara matematis, kehadiran Golkar dapat menguntungkan PDI Perjuangan. Tetapi nurani Jokowi jauh lebih kuat daripada kalkulasi politik yang hanya sekedar bikin sesak gerbong kereta koalisi. Jokowi insyaf, koalisinya bukan koalisi partai melainkan koalisi rakyat. Koalisi partai untuk mendapatkan legitimasi pencalonan dirinya. Dengan jumlah partai yang ada, yang mendukung tanpa syarat, telah menghantarkannya menjadi calon presiden dari koalisi PDI Perjuangan, Nasdem, PKB, PKPI, dan Hanura.
Ungkapan; "Batu yang dibuang dapat dipungut kembali, tetapi kata-kata yang telah diucapkan tidak dapat ditarik kembali." Apa yang pernah diucapkan Prabowo yang menghardik wartawan tidak dapat ditarik kembali. Ia terjebak dalam kata-katanya sendiri. Ia seperti menelan ludahnya sendiri. Kehadirannya di grand final Indonesia tadi malam merupakan bukti nyata hasrat pencitraan dirinya melalui media. (gbm)***
Townsville, 24 Mei 2014