Mohon tunggu...
Babeh Helmi
Babeh Helmi Mohon Tunggu... profesional -

Babehnya Saras n Faiz . Twitter : @Babeh_Helmi . . @KoplakYoBand

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Malam Itu...

13 Mei 2010   02:46 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:14 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Merebahkan badan di samping anakku yang tertidur, sambil memandang wajahnya yang lucu membuatku mengantuk. Suara samar film mandarin dari TV tidak menggoda mataku untuk menontonnya. Namun sama-samar aku tetap mendengar suara angin memukul selusin gantungan angin terbuat dari bambu dan metal. Tidak riuh, tapi berirama. Menghanyutkan.

Lalu samar kurasakan kasur yang kugelar di lantai atas itu bergerak. Samar pula aku lihat anakku berjalan melompatiku. Rasanya ia sedang mencari remote decoder untuk mengganti channel TV. Seperti biasa yang dilakukannya setiap dia bangun tidur. Karena masih berat untuk membuka mata, jadi kubiarkan dia berjalan.

Namun aku agak terganggu saat ia mulai melompat dari meja kecilnya ke kasur, ke sampingku. Aku diamkan saat dia naik kembali ke meja. Tapi aku tersenyum karena mengetahui ia bermain di saat malam masih menunjukkan kepekatannya.

Tiba-tiba ia melompat persis ke sampingku. Perlahan aku membuka mata, melihat wajah polosnya memandang kosong ke luar rumah yang ditembus oleh dinding kaca besar. Dia terdiam.

"Ngga ngantuk, sayang?"

Dia masih terdiam sambil tetap memandang ke luar rumah. Sesaat kemudian dia menatapku. Wajahnya tegang. Aku merasakan perubahan raut muka di wajahnya. Aneh.

Walau masih berat membuka mataku, aku bertanya lagi, "Kenapa, sayang?".  Dia diam. Tidak menjawab. Namun kudengar suara lirihnya, terasa sekali berat untuk diucapkannya.

"Beh, itu siapa?"

Aku tersentak, menatapnya aneh.  Dia masih memandang keluar. Sekejap aku langsung bergerak membalikkan badanku dalam posisi tengkurap untuk mengikuti arah pandangnya ke luar rumah.  Tidak ada siapapun. Tidak ada apapun. Hanya langit gelap.

Aku membalikkan lagi badanku untuk memandang anakku. "Siapa?".  Aku kira ia menjawab pertanyaanku itu. Tapi ternyata tidak. Ia mulai mengkerutkan badannya. Wajahnya bertambah tegang. Karena itu aku kembali membalikkan badanku untuk melihat keluar rumah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun