Harusnya dulu tidak kubiarkan dia pergi dengan penipu itu, sehingga tidak akan kulihat senyum dan tatapan matanya, yang kini terpancar pada seorang gadis yang melambai genit untuk pamit pulang. Mirip sekali. Dan kini aku mual tak tertahankan, karena tadi telah membayarnya untuk satu kenikmatan.
Dia menyebut namanya. Namaku ada di nama belakangnya.
Pijar bohlam motel berpendar. Suara wanita-wanita nakal makin riuh menggoda pejalan kaki, berlomba dengan alunan musik dan dentingan botol bir.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!