Newseum; seperti namanya: NEWS + MUSEUM adalah museum jurnalistik paling populer di dunia. Terletak di Penshilvania Avenue, gedung yang dulunya hotel; dan sempat ditempati oleh John Walker Booth sebelum menembak Abraham Lincoln. Gedung ini bersejarah. Masuk ke Newseum, gratis, tanpa pungutan biaya. Dipandu oleh Frank, yang seumuran sama Elvis. Frank adalah relawan di museum itu; diantara relawan-relawan lain yang kebanyakan sudah separuh baya atau lebih. Sebelum memulai tour; Gene Matter menjelaskan tentang sejarah jurnalistik di Amerika. Pers di Amerika benar-benar mewakili spirit berdirinya Amerika itu sendiri. Independensi dan tak menerima intervensi pemerintah menjadi salah satu garis yang dari sejak masa lalu, hingga saat ini tetap terjaga. Di Amerika Serikat, tidak ada koran nasional, bahkan tidak ada TV nasional (seperti TVRI untuk Indonesia). Satu poin penting dari Mr. Gene adalah bahwa pers di Amerika berfungsi: "Berikan cahaya, dan masyarakat akan menemukan jalan kebenaran" semangat yang ditularkan oleh John Locke, ratusan tahun lalu. Dengan bekal mindset yang baru saja terisi oleh uraian Gene, mantan jurnalis yang berkiprah sejak 1949 di dunia pers Amerika, menjadi bagian dari bagaimana menikmati perjalanan Newseum. Turun ke lantai 1; langsung menuju potongan Tembok Berlin. Ya, potongan Tembok Berlin sungguhan; dari 100 mile Tembok Berlin yang diruntuhkan tahun 1991; sebagai tanda dimulainya keterbukaan di Jerman Timur. Uniknya, tembok itu memiliki 2 sisi yang berbeda; bagian yang penuh coretan di satu sisi, dan bagian yang kosong alias bersih coretan di sisi lain. Tentu sudah tahu, mana bagian yang menghadap ke Jerman Barat dan mana bagian yang menghadap ke Jerman Timur khan?
Berikutnya adalah bagian FBI; intelejen Amerika yang sangat terkenal itu. Dan, seperti memasuki dunia hitam; maka kami langsung melihat banyak fakta-fakta sejarah yang dengan sangat telaten disajikan menjadi bentuk yang sangat menarik. Bagaimana proses teroris ditangkap; berikut tempat tinggalnya dipasang; potongan mobil penembak gelap, hingga penculikan bayinya Lindenberg.
Menuju ke lantai 6; lantai paling atas di Newseum, dimana liputan tentang Badai Katrina yang menjadi headline di seluruh Amerika. Ditampilkan dalam urutan tanggal headline. Di lantai ini juga, pengunjung bisa berfoto dengan latar belakang Capitol Hill Building; salah satu landmark Amerika. Di bagian ujung, ada panel touch screen yang bisa memperlihatkan headline media internasional terbaru; termasuk Indonesia. Ketika saya lihat, yang muncul adalah headline koran Waspada, Medan. Di lantai 5, bagian News History; yang bikin saya terperangah dan terharu sangat adalah ditampilkannya lebih dari 2000 jurnalis yang meninggal ketika menjalankan tugasnya. Ada nama Alm Ersa Siregar dari RCTI disana; ada juga nama dan foto wartawan Radar Bali. Sedih sekaligus bangga, bahwa pengorbanan mereka dicatat oleh dunia. Di lantai 4, dokumentasi tentang tragedi 9/11. Lengkap dengan salah satu potongan gedung dan headline dari 126 koran di seluruh dunia. Lantai 3, ada World News Gallery; termasuk peta raksasa yang membagi negara di dunia berdasarkan kebebasan pers-nya. Jika berwarna hijau berarti pers di negara itu bebas dari intervensi pemerintah; kuning berarti bebas sebagian, merah berarti belum bebas. Peta Indonesia masih berwarna kuning, berarti pers di Indonesia masih bebas sebagian. Di lantai ini pula, pengaruh dunia digital menjadi salah satu bagian yang ditampilkan. Di lantai 2, ada sebuah pojok yang menampilkan para pemenang Pulitzer Prize, lengkap dengan foto-fotonya. Kebanyaka foto-foto yang menjadi pemenang memang terkait dengan tragedi kemanusiaan. Luar biasa! Menyusuri Newseum tidak merasa seperti di museum; tapi mengalami petualangan yang luar biasa. Terus terang saja, langsung dalam hati dan kepala saya, sangat ingin menjadi jurnalis atau fotografer. Apalagi, selain disajikan secara fisik; semua informasi bisa dilihat lengkap dengan video, audio dan juga touch screen yang membuat kita bisa mendapatkan informasi seperti yang kita mau. Apalagi di lantai 1 dan 5 ada theater yang memberikan penjelasan tentang dunia jurnalistik dengan interaktif. Betul-betul museum terbaik di dunia untuk jurnalistik. So.. apalagi ketika saya tanya tentang bagaimana dunia digital memberi pengaruh kepada pers; dan dikatakan bahwa sekarang setiap orang bisa menjadi jurnalis dan bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya, karena bisa memberikan kontribusi kepada dunia.. Makin semangat ngeblog jadinya. I wish ada museum seperti itu di Indonesia.. Salam dari Washington DC Connect with... www.facebook.com/babansarbana www.twitter.com/babansarbana www.usembassyjkt.org www.twitter.com/usembassyjkt
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H