Mohon tunggu...
Babang1989
Babang1989 Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi | Aku Menyerah

14 Maret 2019   12:12 Diperbarui: 14 Maret 2019   12:25 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com


Kuwakili seluruh kalimat yang akan kuutarakan dengan emoticon ini.
Terimakasih. Mohon maaf. Selamat tinggal.


Aku tidak pergi. Aku hanya harus kembali.
Mengembalikan waktu-waktu tanpa basa-basi darimu. Tanpa tipu daya itu.
Mungkin cepat sekali rasanya saat aku menyayangi. Tapi malah lebih cepat kujumpai alasan untuk berhenti. Bukan membenci. Bukan.
Walau sebenarnya ada sedikit benci di salah satu sisi hati. 

Saat kamu sadari bagaimana aku benar-benar menyayangi. Begitupula cara aku bersungguh-sungguh menjauhkan diri. Sebesar itulah usahaku untuk berhenti menghampiri, mendekati atau bahkan menyapa menanyakan kabar diri. Tidak lagi. Dan aku harus sekuat tenaga bahkan jika harus mati. 

Pada detik aku menulis ini (03.47.55), aku masih berpura-pura dengan keras. Kutahan kantuk keras-keras. Kutahan kedinginan keras-keras. Kutahan sakit di tubuhku keras-keras. Saat kepalamu ditopang ke seluruh bagian tubuhku. Bukankah aku lakukan itu dengan suatu alasan?
Yah.. Setidaknya perpisahan pun harus baik-baik.
Aku tidak perduli perlakuanmu. Aku tidak perduli lagi apa yang akan kamu lakukan setelah semua ini. 

Alasan kembalinya bukan di aku. Tapi di kamu. Ya kamu. Butuh sedikit waktu bagiku untuk mengetahui jati dirimu. Hanya sedikit trik untuk mengetahui kelabumu. Agar tahu tipuanmu. Sampai-sampai aku muak mendengar bayang-bayang suaramu yang kukira jujur tapi cuma kebohongan. Barangkali kukatakan bahwa kamu salah berurusan denganku.
I quit! 

Kebodohanku atas jebakan ini terus menertawaiku.
Aku mual. Bodoh sekali aku.
Bukan sedikit pengorbananku. Dan tak pentinglah kusebut satu-persatu.
Kamu adalah kamu. Dan kulihat tak sedikipun berubah. Semenjak kuberikan banyak nasehat padamu. Tidak juga berubah.
Ya sudah. Kuputuskan untuk kembali. Bukan pergi. Tapi aku hanya harus kembali.

Pada akhirnya, hasil kisah yang kutemukan selalu sama.
"Sad Ending."
Seringkali aku heran. Kenapa aku terus mengulang-ulang skenario yang akhir ceritanya selalu mengecewakan.
Karena aku bodoh. Aku sadari itu. Maka aku harus kembali untuk memperbaiki. Meski pada dasarnya aku kembali untuk pergi menjauhkan diri darimu. 

Tidak usah melakukan apa-apa karena aku yakin kamu tidak akan melakukan apapun. Pasti.
Akupun pasti tidak akan mengharapkan apa-apa. Pasti.
Semua sudah terlambat. Tidak ada pengampunan. Apapun yang terjadi nanti. Aku sudah tidak perduli.

Titip salamku pada tiang-tiang di setiap jalan yang kamu lalui.
Jangan nikmati hidup seperti ini. Percayalah. Bahwa kita akan menyesali diri. Hingga nanti. Bahkan setelah mati. 

Titip salamku pada Penjagamu, katakan bahwa jalan kebaikan telah aku sampaikan, kabar gembira dari Tuhan telah aku utarakan, telah aku bimbingkan. Sekarang cukup. Aku minta ampun atas seluruh kesalahan. Aku menghiba pengampunan. Sekarang cukup bagiku untuk kembali seperti sedia kala. Tanpa ada kamu di sana.
Cukup. Aku harus menjalani kehidupanku yang dulu.
Aku kembali untuk meninggalkan semua yang ada di sini. Semuanya. Tanpa terkecuali.
Terimakasih. Maaf. Selamat tinggal.
 

_____

babang_1989

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun