Salah satu isi pidato Presiden Prabowo dalam pelantikannya adalah tekad pemerintahannya dalam berswasembada pangan yaitu kemampuan sebuah Negara dalam mengadakan sendiri kebutuhan pangan bagi masyarakatnya. Untuk mewujudkanya pemerintah harus bekerjasama dengan para petani baik yang tinggal di perdesaan maupun di perkotaan.
Selama ini berbicara tentang pengembangan pertanian konotasinya adalah perdesaan, karena disanalah kawasan pertanian menempati areal yang lebih luas dibandingkan dengan areal pertanian di perkotaan. Â Â
Pertanian perkotaan yang dikenal dengan urban farming merupakan praktek budidaya tanaman dan ternak/ikan di dalam lingkungan perkotaan dan sekitarnya. Pertanian perkotaan merupakan pertanian yang terintegrasi ke dalam ekonomi dan ekosistem perkotaan. Salah satu pemicunya adalah gaya hidup, dalam hal ini pertanian perkotaan seringkali diasosiasikan dengan sehat, hemat, dan ramah lingkungan. Produksi pangan di kawasan perkotaan dapat dipandang sebagai peluang menghasilkan makanan segar dan berkualitas tinggi, meskipun hanya menggunakan ruang terbatas mencakup budidaya, hidroponik, dan rumah kaca (Resh, 2001).
Penduduk kota umumnya menggunakan sumberdaya kota yang khas seperti sampah organik sebagai kompos, air limbah untuk irigasi dan limbah serbuk gergaji sebagai media tanam atau mulsa dalam kegiatan urban farming. Beberapa alasan penduduk kota mengembangkan urban farming karena berhubungan langsung dengan konsumen, berdampak langsung pada ekologi kota, menghasilkan produk segar sebagai gaya hidup baru di kota, persaingan penggunaan lahan, dipengaruhi kebijakan perencanaan dan pengembangan kota. Urban farming juga mendorong antusiasme masyarakat untuk mengembangkan pertanian perkotaan, karena produk-produk urban farming terserap oleh kebutuhan penduduk perkotaan.
Peran pertanian perkotaan (urban farming) terutama kebun sayuran diketahui berkorelasi positif dengan pembelajaran lingkungan hidup di pemukiman dan sekolah-sekolah, bahkan juga menjadi sarana membangun kesadaran kolektif berupa kepedulian, yang penting bagi kehidupan sosial masyarakat di perkotaan (Milligan et al., 2004).
Berdasarkan pengalaman pada musim Pandemi Covid-19 yang lalu, minat terhadap urban farming semakin meningkat tidak saja dikalangan ibu-ibu rumah tangga, tetapi juga kalangan PNS, pegawai swasta, korban PHK, dan juga pemuda. Bahkan muncul komunitas pehoby bercocok tanam dari beragam kalangan baik dengan menggunakan teknologi hidroponik maupun non hidroponik. Â Saat itu urban farming menjadi alternatif bagi kalangan menengah ke atas sebagai sarana menggerakan raga, rekreasi dan menjernihkan fikiran.
Dalam situasi normal seperti saat ini urban farming juga bermanfaat bagi kalangan menengah ke bawah, korban PHK dan kalangan keluarga miskin karena menjadi salah satu sumber penghasilan yang dapat diandalkan. Budidaya aneka sayuran di lahan sempit banyak diusahakan oleh keluarga miskin bekerjasama dengan para pengembang sebagai pemilik lahan dan pemilik kios sayuran sebagai offtakernya. Â Sementara bersama pemulung petani sayuran lahan sempit di perkotaan memilah sampah menjadi dua kategori organic dan non organic. Sampah organic dikomposkan lalu digunakan untuk menunjang budidaya sayuran dan sampah non organic seperti botol plastic, logam dan besi dijual untuk menunjang biaya hidup hariannya. Â Â
Sementara itu produk-produk dari urban farming seperti sayuran, tanaman hias, tanaman buah, media tanam, dan pupuk kompos dapat diandalkan oleh petani urban farming sebagai sumber gizi keluarga dan sumber pendapatan secara berkelanjutan. Â
Jika dikelola dengan baik urban farming  potensial bisa mendukung program swasembada pangan pemerintah Presiden Prabowo, setidaknya dilihat dari beberapa aspek; (a) mendukung kebersihan kota, karena sampah domestic dan sampah kota bisa diolah menjadi kompos yang sangat menunjang bagi kebutuhan pupuk pada budidaya sayuran, tanaman hias dan buah-buahan, (b) menambah keasrian kota karena setiap spot lahan kosong dimanfaatkan untuk budidaya hortikultura, perikanan dan peternakan secara terintegrsasi, (c) menarik minat kaum muda untuk bertani saat urban farming menggunakan teknologi smart farming serba terkontrol dan digital baik pada fase onfarm maupun offarm, (d) menyerap tenaga kerja cukup banyak pada setiap rantai agribisnisnya, (e) menambah penghasilan petani dan keluarganya karena setiap jengkal lahan urban farming berpotensi bisa menghasilkan uang setara dengan satu gram emas.
Sebagai contoh dari lahan seratus meter persegi dibuat sepuluh bedengan tiap bedengan menghasilkan seratus ikat kangkung dan setiap ikat kangkung dibeli dengan harga seribu rupiah maka setiap bedengan menghasilkan uang sebanyak seratus ribu rupiah. Maka dalam masa dua puluh hari untuk luasan lahan seratus meter persegi menghasilkan uang sebanyak satu juta rupiah setara dengan satu gram emas untuk harga saat ini.
Dengan demikian urban farming memiliki prospek yang baik untuk terus dikembangkan guna mendukung program swasembada pangan yang telah dicanangkan Presiden Prabowo. Harapannya urban farming diminati kaum muda perkotaan sehingga terjadi regenerasi pelaku utama dan pelaku usaha dibidang pertanian dan meningkatkan jiwa agripreuneur dikalangan pemuda Indonesia kini dan mendatang.