[caption id="attachment_150601" align="alignnone" width="300" caption="Bersama-sama belajar tentang kehidupan...."][/caption] Sahabatku.... Beruntung sekali bukan, kita dapat bekerja dibidang ini...? Insya Allah bukan hanya rizki dunia yang kita dapat, tapi juga rizki akhirat... Bukankah janjiNYA pasti, bahwa ilmu yang bermanfaat akan menjadi amalan yang tidak pernah putus bila kita menghadap ke haribaanNYA nanti? Jika kita napak tilas kebelakang, masih ingatkah kita saat memutuskan profesi ini sebagai jalan hidup? Saat itu dengan jiwa muda, begitu idealisnya kita saat mengatakan bahwa menjadi guru karena kita ingin menjadi bagian dari bangsa ini yang dapat memberi warna pada anak-anak didik kita kelak... Betapa kita ingin bangsa ini menjadi bangsa yang besar dalam arti yang sesungguhnya, setelah sekian lama terbelenggu dalam kebodohan.... Begitu mulianya cita-cita kita dulu saat ingin menjadi bagian dari pencetak generasi yang tangguh, ulet dan jujur... Karena kita begitu geram dengan segala kebobrokan yang ada di negri ini... * Tapi seiring berjalannya waktu, kemanakah idealisme itu pergi sahabatku? Mengapa kita yang dulu begitu menggebu-gebu, justru ikut hanyut dalam arus kebobrokan? Sering kita dengar, beberapa diantara kita tega menghalalkan segala cara demi mendapatkan uang... Memeras anak dan orang tua murid dengan dalih berbagai rupa... Memang tidak semua dari kita begitu, tapi tidakkah kita sadari, bahwa akibat ulah dari sebagian kita, kini profesi guru kehilangan maknanya... Guru tidak lagi dipandang sebagai profesi mulia, tapi lebih sering diolok-olok bahkan oleh anak didik kita sendiri... Sungguh ironis bukan? ** Tidakkah kita melihat rekan-rekan guru lain dipelosok sana, yang begitu tulus mengajar anak didiknya padahal nasibnya sendiri begitu memprihatinkan... Bukankah kita jauh...jauh...lebih beruntung dari mereka? Mengapa semua cita-cita luhur kita dulu menjadi bergeser hanya karena sebuah benda bernama uang? Tidakkah dulu sudah disadari, bahwa saat kita memilih guru sebagai jalan hidup, kita tahu bahwa profesi ini tidak menjanjikan kemapanan... Namun seiringnya berjalannya waktu, bukankah kesejahteraan kita makin membaik? Walau memang harus diakui, itu semua belumlah adil dan merata.... Tapi itu bukan sebuah alasan pembenaran bukan? Lalu mengapa semua ini bisa terjadi sahabatku? *** Bukan hanya itu...mengapa kita menjadi begitu resisten terhadap kritik? Saat sebuah kebenaran diungkap, mengapa kita begitu reaktif? Sementara disisi lain kita begitu toleran terhadap penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di depan mata.... Bukankah kita selalu mengajarkan kepada anak didik kita untuk selalu bersikap baik dan kritis? Tapi mengapa kita justru bersikap sebaliknya...? **** Sahabatku... Aku tidak sedang menghakimi kalian.... Karena aku sendiri, masih sangat jauh...jauh...dari sempurna... Tapi marilah kita kembali kepada fitrah yang sesungguhnya.... Kita saling bahu membahu dalam kebaikan.... Aku percaya, bahwa apa yang kita cita-citakan dulu...kelak akan terwujud.... Setidaknya bila kita belum berhasil, itu akan diteruskan oleh anak didik kita kelak.... ***** #Surat tulus dari seorang sahabat...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H