Tinjauan Permasalahan Debris di Wilayah Probolinggo dan Banyuwangi
Gambar 3. Marine Debris di Probolinggo
Gambar 4. Marine Debris di Banyuwangi
Kabupaten Banyuwangi terletak di ujung timur Provinsi Jawa Timur dan ujung timur  Pulau Jawa, dengan luas wilayah 5.782 kilometer persegi. Hal ini menjadikan Kabupaten Banyuwangi sebagai kabupaten/kota terbesar di Jawa Timur. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), Kabupaten Banyuwangi memiliki 10 pulau dan panjang garis pantai  175 km. Garis pantai yang panjang menjadi keunggulan Kabupaten Banyuwangi, dan panjang garis pantai membuat Pemkab Banyuwangi dapat memaksimalkan potensi yang dimilikinya, salah satunya wisata pantai. Salah satu tempat wisata pantai di banyuwangi yang paling terkenal  adalah Pantai Pulau Merah (Purwandari et al., 2022). Pantai Pulau Merah terletak di kawasan Dusun Panther, Desa Sumberagun, Kecamatan Pesangaran, Kabupaten Banyuwangi. Menurut BPS, jumlah penduduk Kecamatan Pesangaran pada tahun 2020  sebanyak 53.373 jiwa, dengan kepadatan penduduk 67 jiwa per km2. Pulau Merah dikelola Perhutani pada Desember 2013 dengan dukungan masyarakat. Saat ini Pulau Merah dikelola oleh 4.444 pemerintah kota, suku Perkhtani, dan kelompok masyarakat (Nasita, 2016). Masing-masing pihak di atas mempunyai peran dan tanggung jawabnya masing-masing, Perhutani sebagai pemilik lahan bertanggung jawab dalam perencanaan dan pengawasan  pengelolaan objek wisata tersebut, serta Pemerintah Daerah Kabupaten Banyuwangi berperan untuk mempromosikan kehadiran Pulau Merah di dunia. Untuk menarik kunjungan wisatawan, pemerintah kota bertanggung jawab atas teknis pelaksanaan kawasan ini. Pengelolaan wisata pantai Pulau Merah sangat sukses sehingga mampu menjadi salah satu destinasi wisata utama  di kawasan banyuwangi.
Gambar 5. Pulau Merah
Sejak tahun 2013 hingga tahun 2017, rata-rata jumlah wisatawan ke Pulau Merah sebanyak 361.640 orang per tahun (Susiana, 2018). Tingginya jumlah pengunjung ke Pulau Merah tentunya membawa dampak positif terutama dari segi ekonomi, namun ada juga dampak negatif yang ditimbulkan dari banyaknya pengunjung ke Pulau Merah. Jumlah sampah yang dihasilkan semakin meningkat. Gambaran umum timbulan sampah di Kabupaten Banyuwangi terdapat pada Penjelasan Nomor 9 Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi Tahun 2013. Terkait pembuangan sampah rumah tangga dan  sejenis sampah rumah tangga, timbulan sampah di Kabupaten Banyuwangi sebanyak 218 m3 per hari. Volume sampah di Kabupaten Banyuwangi sebanyak 1.089.254.600 ton per tahun, meningkat rata-rata  per tahun sebesar 11,53%. Sementara  jumlah  sampah  yang  terdapat  di Pulau  Merah  berasal  dari  sampah  yang  dihasilkan  oleh  pengunjung  dan  sampah kiriman dari laut. Dengan demikian jumlah sampah yang dihasilkan akan dipengaruhi oleh  jumlah  kunjungan  wisatawan  dan  dipengaruhi  oleh  musim  atau  cuaca  yang dapat mempengaruhi jumlah sampah kiriman dari laut (Muyasaroh, 2023). Kegiatan pariwisata juga dapat menimbulkan permasalahan bagi lingkungan apabila  memanfaatkan potensi lingkungan yang melebihi daya dukungnya. Pengembangan destinasi wisata yang tidak berkelanjutan dapat menimbulkan bahaya lingkungan bagi wilayah sekitarnya, seperti erosi, polusi, berkurangnya keanekaragaman hayati, dan hilangnya habitat alami (Ashuri & Kustiasih, 2020). Tantangan yang cukup besar adalah persoalan pengelolaan limbah padat dan  air limbah, yang keduanya dapat berdampak pada kerusakan lingkungan, berkurangnya kenyamanan dan kesehatan, serta berkurangnya estetika (Mustika, 2022). Jumlah akomodasi dan restoran di destinasi wisata meningkat pesat. Meningkatnya timbulan sampah dapat menyebabkan peningkatan vektor pembawa penyakit. Selain vektor penyakit, pembakaran sampah akibat timbulan sampah juga dapat menimbulkan risiko (Sealey & Smith, 2014). Dimana, hal tersebut dapat juga terjadi pada daerah Probolinggo (Zainuri et al, 2017)
Kabupaten Probolinggo, terletak di Provinsi Jawa Timur dengan koordinat geografis antara 112’50’ – 113’30’ Bujur Timur (BT) dan 7’40’ – 8’10’ Lintang Selatan (LS), memiliki luas wilayah sekitar 169.616,65 Ha atau + 1.696,17 km2 (1,07 % dari luas daratan dan laut Provinsi Jawa Timur). Populasi penduduk mencapai 1.138.000 jiwa tersebar di 24 kecamatan, 5 kelurahan, dan 325 desa. Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Probolinggo mencatat bahwa sampah yang dihasilkan per hari mencapai ratusan ton, dapat menjadi sumber masalah pencemaran lingkungan jika tidak dikelola dengan baik. Setiap individu diperkirakan menghasilkan minimal sekitar 0,5 kg sampah per hari. Sampah dari 24 kecamatan dibuang di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Seboro Kecamatan Krejengan, yang berpotensi memperbesar anggaran bahan bakar minyak (BBM). Oleh karena itu, saran untuk memiliki 2 TPA, satu di barat dan satu lagi di timur, perlu dipertimbangkan.
Pada bulan Agustus 2021, data mencatat adanya 196,87 ha kawasan kumuh tersebar di 33 desa di 13 kecamatan Kabupaten Probolinggo. Kondisi ini mencerminkan kurang optimalnya pengelolaan sampah di wilayah tersebut. Sinergi antara Pemerintah Kabupaten Probolinggo dan masyarakat diperlukan untuk memperbaiki pengelolaan sampah yang tidak teratur. Mekanisme pengelolaan sampah di Kabupaten Probolinggo mengacu pada Peraturan Daerah Nomor 03 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah, bertujuan meningkatkan akses pelayanan persampahan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan tempat tinggal. Kesadaran masyarakat terhadap prinsip Reduce, Reuse, dan Recycle (3R) masih rendah, sehingga mayoritas memandang sampah sebagai benda yang harus dibuang, dipindahkan, dan dimusnahkan.
Menurut laporan SIPSN, pada tahun 2021, total produksi sampah di seluruh Indonesia mencapai 28,6 juta ton. Sementara itu, pada tahun 2022, angka tersebut meningkat menjadi 34,5 juta ton (SIPSN, 2023). Peningkatan ini merupakan jumlah yang signifikan dan diperkirakan akan terus bertambah setiap tahun seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia. Jika tidak ditemukan solusi yang tepat untuk masalah sampah ini, masalah ini akan terus menjadi perhatian nasional.Berdasarkan data SIPSN, total produksi sampah pada tahun 2021 mencapai 35,2 ribu ton, sedangkan pada tahun 2022 meningkat menjadi 35,5 ribu ton. Angka ini menunjukkan bahwa permasalahan sampah tidak hanya menjadi isu nasional, tetapi juga mencapai tingkat kota kecil seperti Kabupaten Probolinggo, bahkan sampai ke tingkat desa.
Desa Tamansari, yang terletak di Kecamatan Dringu Kabupaten Probolinggo, merupakan salah satu contoh desa yang terkenal dengan potensi pertanian, terutama pada komoditas unggulan seperti bawang merah dan tembakau. Desa ini juga dikenal karena keberadaannya di dekat pesisir Laut Jawa Utara, yang memberikan akses kepada mereka terhadap sumber daya hasil laut yang melimpah. Desa Tamansari memiliki luas wilayah 393.394 ha dan dihuni oleh 7.282 jiwa (Probolinggo, 2023).
Gambar 6. Pembinaan Bank Sampah di Probolinggo
Salah satu solusi inovatif dalam pengelolaan sampah yang dapat diusulkan adalah melalui pendirian bank sampah. Bank sampah ini dapat dianggap sebagai suatu tempat di mana sistem 4R (Reduce, Reuse, Recycle, dan Recovery) diterapkan secara praktis di tengah masyarakat. Konsep ini bertujuan untuk mengurangi jumlah sampah dengan mengumpulkan berbagai jenis sampah, kemudian melakukan pemilahan dan pemisahan berdasarkan bobot, jenis sampah, harga jual, dan faktor lainnya. Sampah yang telah dipilah dan dipisah akan dikumpulkan dalam suatu periode waktu tertentu, dan selanjutnya akan menjalani proses penjualan atau penggunaan kembali melalui daur ulang, sehingga dapat memperoleh nilai ekonomis atau manfaat kembali.
Bank sampah muncul sebagai salah satu inovasi solusi yang melibatkan rekayasa sosial untuk mengajak masyarakat agar lebih aktif dalam pemilahan sampah, menerapkan konsep manajemen yang mirip dengan perbankan, namun dengan bentuk tabungan berupa sampah. Dalam konteks ini, penduduk desa mendapat pelatihan tentang praktik pengelolaan sampah rumah tangga dengan cara memilahnya berdasarkan jenis. Hal ini bertujuan agar mereka tidak lagi mengabaikan atau membakar sampah yang dihasilkan di rumah masing-masing.
Kegiatan ini dilakukan untuk mendidik masyarakat tentang pentingnya kesadaran dan keterampilan dalam mengelola sampah dengan menerapkan prinsip-prinsip reduce, reuse, recycle, dan replant (4R) (Asteria & Heruman, 2016). Pendidikan ini memiliki kepentingan utama dalam menangani permasalahan sampah melalui manajemen sampah yang dimulai sejak sumbernya.
Secara dasarnya, bank sampah memiliki kesamaan dengan bank penyimpanan uang pada umumnya. Perbedaannya terletak pada fakta bahwa nasabah bank sampah tidak menyimpan tabungan dalam bentuk uang, melainkan dalam bentuk sampah yang mereka kumpulkan dari kegiatan sehari-hari, termasuk sampah rumah tangga dan sampah dari aktivitas lain yang sudah tidak terpakai.
Pendirian bank sampah memegang peran krusial dalam memberdayakan masyarakat dengan tujuan meningkatkan kesadaran mereka terhadap sampah serta mendorong pemanfaatan kembali sampah untuk proses daur ulang yang bernilai. Oleh karena itu, keberadaan bank sampah sangat penting karena dapat efektif meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap sampah. Dengan cara ini, diharapkan masyarakat dapat aktif memanfaatkan sampah mereka dan memiliki kemampuan untuk melakukan pemilahan sampah secara mandiri. Bank Sampah juga berperan dalam memberikan pemahaman tentang pentingnya lingkungan yang bersih dan sehat.
KESIMPULAN
Penanganan permasalahan sampah di daerah pesisir Indonesia memerlukan pendekatan yang holistik dan implementasi solusi yang sesuai dengan peraturan pemerintah. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil berdasarkan peraturan pemerintah Indonesia:
 Implementasi Peraturan Terkait Sampah:
Pastikan pemahaman dan implementasi penuh terhadap peraturan terkait pengelolaan sampah, seperti UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Tindakan penegakan hukum terhadap pelanggaran peraturan pengelolaan sampah.
 Pengelolaan Sampah Terpadu:
  - Kembangkan sistem pengelolaan sampah terpadu yang melibatkan seluruh rantai pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, daur ulang, dan pembuangan akhir.
  - Berikan pelatihan kepada masyarakat pesisir mengenai cara yang benar dalam memilah sampah.
 Promosi Penggunaan Produk Ramah Lingkungan:
  - Dukung kampanye penggunaan tas belanja reusable dan produk ramah lingkungan lainnya.
  - Mendorong industri lokal untuk mengurangi penggunaan kemasan sekali pakai.
   4.  Kolaborasi dengan Pihak Swasta dan LSM:
  - Libatkan sektor swasta dan LSM dalam program-program pengelolaan sampah.
  - Bangun kemitraan untuk mendukung proyek-proyek daur ulang dan pembersihan pantai.
   5.   Infrastruktur dan Fasilitas Pengelolaan Sampah:
  - Tingkatkan infrastruktur pengelolaan sampah di daerah pesisir, termasuk tempat pembuangan akhir yang sesuai.
  - Bangun fasilitas daur ulang untuk mengurangi jumlah sampah yang masuk ke laut.
   6.   Sosialisasi dan Pendidikan Masyarakat:
  - Lakukan kampanye sosialisasi secara terus-menerus untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan dampak sampah terhadap lingkungan.
  - Integrasikan pendidikan lingkungan dalam kurikulum sekolah.
   7.   Pengembangan Ekonomi Berbasis Lingkungan:
  - Dukung pengembangan usaha ekonomi berbasis lingkungan, seperti bank sampah, yang dapat menciptakan lapangan kerja dan memberikan insentif ekonomi kepada masyarakat.
   8.   Monitoring dan Evaluasi:
  - Lakukan pemantauan terus-menerus terhadap implementasi program pengelolaan sampah.
  - Lakukan evaluasi berkala untuk menilai efektivitas program dan menyesuaikan strategi sesuai kebutuhan.
Penting untuk bekerja sama dengan semua pihak terkait, termasuk pemerintah daerah, masyarakat, sektor swasta, dan LSM untuk mencapai hasil yang optimal dalam menangani permasalahan sampah di daerah pesisir Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA