Mohon tunggu...
jamaan jamaan
jamaan jamaan Mohon Tunggu... -

Pegawai Swasta

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pro Kontra Rancangan Undang-undang Pilkada "Partai Demokrat Pilih Pilkada Langsung"

20 September 2014   22:01 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:06 1522
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pro Kontra Undang-undang "Partai Demokrat Pilih Pilkada Langsung"
(Oleh : Jama'an)

Pro kontra atau kisruh Rancangan Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah (UUKADA) sangat menarik bagi masyarakat banyak. Pro kontra pemilihan Tidak Langsung oleh DPRD dan Pemilihan Langsung oleh rakyat yang menurut Undang-undang sama-sama demokratis (menurut Menteri Dalam Gunawan Fauzi) sesuai dengan arti subtasi Undang-undang Kada. Pemahaman yang berbeda tentu mempengaruhi persepsi yang secara phisikologis mempengaruhi emosi setiap kelompok masyarakat baik partai maupun para calon kepala daerah yang akan ikut Pilkada.
Para politisi yang duduk disenayan atau DPR pada tanggal 25 September 2014 akan mengambil keputusan penting soal Pilkada Tidak Langsung atau Tidak Langsung. Yang unik Partai Demokrat sebagai penggagas utama pada tahun 2012 yang lalu sudah mulai bersikap lunak “ pemilihan langsung dengan 10 catatan”, atau syarat-syarat dilaksanakan pemilihan langsung.
Sebetulnya apapun pilihan dan syarat-syarat tidak mungkin 100% berjalan normal, bersih, dan demokratis walaupun ada Banwaslu yang mengawasi super ketat. Pemilihan Tidak Langsung atau Langsung sulit menghindari Money Politic (Politik Uang) oleh setiap Cakada. Argument yang menyatakan kalau Pemilihan Tidak Langsung akan meminimal politik uang dan nepotisme itu sebuah mimpi, (maaf baru dilantik saja anggota DPRD sudah mulai menggadaikan SK), apalagi pemilihan secara langsung untuk mendapatkan perahu plus dayung dan nakhodanya. Harus diakui bila tidak langsung lebih simpel dan aman dari koflik of interst dan konflik sosial.
Sejatinya undang-undang Pilkada yang bias karena ada pasal persyaratan Cakada harus didukung oleh Parpol minimal sekian kursi di DPRD atau gabungan parpol minimal 15% suara, sehingga hanya yang punya dana yang bisa mendapatkan perahu dan begitupun dengan calon Independen juga harus mengeluarkan dana untuk mendapatkan dukungan syarat KTP. Untuk itu Pemilihan Tidak Langsung (oleh DPRD) dan pemilihan Langsung oleh Rakyat sepanjang calon Kada harus menggunakan perahu jumlah kursi parpol DPRD maka tidak mungkin perahunya gratis. Sepajang perkapita kita masi bekisar USD 3,500 dan masyarakat indonesia 50% lebih masih memikirkan untuk kebutuhan hidup makan apa besok, lusa, atau paling seminggu kedepan maka jangan harap politik uang tdk terjadi.
Untuk itu 10 (sepuluh) poin yang ditawarkan Petai Demokrat seharusnya menambah solusinya sebagai berikut :
1. Seluruh rakyat yang memenuhi kreteria minimal kompetensi sebagai CaKada bebas mendaftar dan pit dan propertes & test Integritas di DPRD dan Utusan golongan atau tokoh masyarakat atau juga dilakukan pemilihan Cakada, yang lolos atau dapat suara terbanyak diajukan ke KPU untuk pendaftaran sebagai Calon Kepala Daerah untuk dipilih (misal yang Lolos 7 orang).
2. Biaya Kampanye dan Pelaksanaan Kampanye diatur dan dilakukan oleh KPU dengan menggunakan dana APBN.
3. Cakada tidak boleh mengeluarkan atribut kampanye dan hanya mengajukan orang-orang kepada KPU untuk dijadikan tim sukses dan tim kampanye Cakada yang di awasi dan diatur oleh KPU.
4. Yang melanggar undang-undang dan peraturan Pilkada sekecil apapun langsung didiskualifikasi tanpa banding.
Sebagai catatan untuk point no 1 di atas kalau Cakada harus didukung oleh minimal Kursi partai yang ada di DPRD atau jumlah suara partai minimal 15% maka itu sama saja pengekangan Demokrasi hak rakyat untuk dipilih dan memilih itu dapat berati pula awalnya pemilihan tidak langsung menjadi pemilihan langsung. Seandainya Undang-undang Pilkada diputuskan tidak langsung oleh DPR makan mekanisme pendaftaran Cakada juga harus bebas. Intinya pemilu atau pemilihan kepala daerah harus benar-benar demokratis mulai dari syarat pendaftaran sampai pemilihan dengan demikian akan meminimalkan politik unag, korupsi, pengkota-kotak strata masyarakat PNS atau keluarga serta masyarakat umumnya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun