Mohon tunggu...
Azzam Andzarulhaq
Azzam Andzarulhaq Mohon Tunggu... Insinyur - Pembelajar Sepanjang Hayat

Sebaik-baik manusia, ialah yang paling besar manfaatnya untuk orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Hujan, Berkah atau Bencana?

1 Januari 2020   12:52 Diperbarui: 1 Januari 2020   19:27 710
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Hujan adalah berkah bagi seluruh makhluk hidup yang ada di bumi"

Mungkin kita sering sekali mendengar kalimat tersebut, karena sebenarnya air hujan yang turun ke bumi merupakan limpahan rahmat dan kasih sayang Tuhan kepada kita semua yang ada di bumi, baik itu tumbuhan, hewan, dan manusia. 

Dengan hujan tanaman yang sebelumnya tandus dan kering mendapatkan asupan air yang cukup untuk tumbuh, dengan hujan keperluan air dalam berbagai kebutuhan bisa terpenuhi, dan masih banyak lagi manfaat yang didatangkan dari hujan.

Tetapi, mengapa hari ini manfaat itu tidak begitu terasa oleh kita? Atau bahkan berbalik menjadi 'tidak bermanfaat'? Atau bisa jadi bencana? 

Seakan-akan ketika banjir tiba kita seperti kebakaran jenggot dan waspada akan ada bencana yang datang bagi sebagian orang, bukan sebaliknya merasa gembira. 

Iyaa, karena fungsi dari hujan sudah digantikan oleh manusia. Padahal sesuai fitrahnya, hujan adalah rahmat/berkah. Kita secara tidak sadar telah mengalihfungsikan rezeki yang Tuhan berikan.

"Loh kok salah manusia sih? Salah curah hujannya dong, tinggi sekali."

"Justru kalau curah hujannya tinggi, Allah ingin memberikan rezeki lebih kepada kita."

"Salah pemerintah, gak bisa mencegah banjir."

"Lalu, peran kita apa dalam masalah ini?"

"......................."

Selalu, ketika bencana banjir itu datang pada sutu daerah dan membuat beberapa aktivitas masyarakat terganggu pertama yang disalahkan adalah pemerintah. Oke setuju, dalam hal ini pemerintah belum maksimal dalam mencegah banjir (pada sistem penyaluran air) dan perketat aturan AMDAL untuk membangun kota yang ekologis. 

Sepertinya pemerintah harus menambahkan fungsi huruf P dalam singkatan BNPB (Bandan Nasional Penanggulangan Bencana), "penanggulangan" ditambahkan dengan "pencegahan",  menjadi BNPPB. Karena jika dilihat dari makna katanya penanggulangan adalah sebuah tindakan yang dilakukan setelah terjadi suatu bencana. Sedangkan pencegahan adalah bagaimana kita bisa mencegah lebih dini kemungkinan bencana yang akan terjadi. 

Mau sampai kapan kita menanggulangi terus menerus tanpa mencegah? Sudahkan peraturan AMDAL itu diberlakukan secara ketat?

Kalau banyak masalah hanya diatasi dengan cara simptomatik-simptomatik, bukan sumber sakit yang di atas tetapi memberikan paracetamol terus menerus. Sampai kapan akan selesai?

Akan tetapi, kita tidak bisa sepenuhnya menyalahkan pemerintah. Karena negara itu tersusun dari masyarakat, daerah/wilayah dan pemerintah. Kita harus memiliki kesadaran kolektif bahwa masalah lingkungan adalah masalah yang serius bagi kelangsungan hidup kita. 

Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang terjalin dua arah antara pemerintah dan masyarakat. Jika komunikasi hanya satu arah dari pemerintah saja tapi masyarakat tidak bisa ikut turut serta membantu bencana ini tidak akan pernah selesai. 

Masalah bencana adalah hal yang kompleks, bukan hanya satu dua orang untuk bisa merubah dan mencegah. Butuh ribuan bahkan ratusan juta orang untuk sama-sama membangun kota yang ekologis. Pemilik gedung-gedung, pemilik rumah-rumah, pemilik usaha dan lain-lain harus bisa bersama-sama terintegerasi dalam persoalan lingkungan dengan cara mematuhi segala bentuk aturan AMDAL yang telah ditetapkan.

Secara integral kita diikat oleh lingkungan, kita harus bisa sama-sama menjaga dan berkontribusi dalam menangani isu lingkungan. Bukan hanya ketika bencana itu ada, tetapi kesadaran lingkungan harus tumbuh tidak mengenal waktu dan tempat. Menjadi sebuah habits yang mengakar pada diri masing-masing warga.

Sehingga, kita bisa mengatakan jika bencana itu ada;

Salah siapa? SALAH KITA! Kita yang berjalan sendiri-sendiri, kita yang tidak sama-sama menjaga.

Salah satu cara mensyukuri rezeki yang kita dapatkan adalah dengan cara "Menjaga". Itu yang menjadi tugas kita, bukan merusak dan menentang aturan-aturan alam dengan dalih uang, kekuasaan dan kenikmatan pribadi. Hati-hati, alam itu lebih buas dari apapun. Kita jaga alam, alam akan jaga kita. 

Sebaliknya, kita tidak menjaga alam, alam juga tidak segan-segan untuk menerkam kita dengan cara apapun, tanpa disadari. Ayo sama-sama kita kembalikan fitrah hujan yang Allah berikan kepada kita sebagai berkah yang tak terhingga sehingga kita bisa sama-sama menikmati hadirnya hujan pada bumi kita.

Tahun berganti, waktu terus berputar, tapi bumi kita cuma satu. Tidak ada pengganti. Mari jaga!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun