Mohon tunggu...
Azzam Andzarulhaq
Azzam Andzarulhaq Mohon Tunggu... Insinyur - Pembelajar Sepanjang Hayat

Sebaik-baik manusia, ialah yang paling besar manfaatnya untuk orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mewariskan Keteladanan

30 Oktober 2019   09:21 Diperbarui: 30 Oktober 2019   09:36 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika kita berbicara masalah warisan, hal pertama yang selalu ada didalam pikiran kita adalah; harta. Akibatnya kata warisan selalu diidentikan dengan kekayaan. Suka tidak suka kita telah masuk pada paradigma umum yang dibangun oleh masyarakat hari ini demikian. Sehingga kata waris menjadi kata yang sempit makna.

Padahal, banyak sekali entitas di luar dari indra duniawi manusia yang sebenarnya secara otomotis telah terwariskan didalam hidup kita, salah satunya adalah keteladanan. Tapi yang perlu kita fikirkan, keteladanan seperti apa yang telah terwariskan? Kebaikan atau keburukan? Seringkali manusia terlalu fokus pada hal-hal yang kasat mata padahal sebenarnya hal tersebut bersifat semu dan sementara.

Menjadi orangtua bukan lah hal yang mudah dan sepele. Semua nya harus dipersiapkan dengan baik bukan saja masalah finansial dan emosional. Lebih dari itu, persoalan iman dan keilmuan. Karena setiap kali kita membangun sebuah gedung atau rumah yang harus dipirkan diawal adalah pondasi. Itu lah, yang akan menjadi kekuatan dalam menghadapi hujan, angin dan badai.

Keluarga bukan hanya dijadikan sebagai tempat berkasih sayang. Didalamnya ada sebuah tanggung jawab peradaban yang besar. Cepat dan lambat nya sebuah peradaban gemilang itu hadir parameter utama nya ada didalam keluarga. Dan jika kita tidak mempersiapkan hal tersebut dengan keilmuan dan keimanan yang kita miliki yang bisa kita contohkan kepada anak, jangan harap permasalahan moral negeri ini akan selesai.

Tugas peradaban ada pada orangtua, dan pelaku dari sejarah peradaban ada pada seorang anak. Ini menjadi sebuah keterikatan yang sangat fundamental dalam membangun sebuah peradaban. Penanaman nilai-nilai moral dan intelektual seharusnya menjadi tugas utama orangtua. Maka, salah jika hari ini orangtua menyalahkan sepenuhnya kepada instansi sekolah jika anak mereka tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Karena peran terbesar nya ada pada orangtua itu sendiri. Keliru, jika anak dianggap sebagai "barang/benda mati" yang bisa dititipkan dimana saja dan kita hanya menerima hasil. Jika demikian, dimana fungsi orangtua? Dimana letak tanggung jawab orangtua? Kapan keteladanan itu dicontohkan? Kapan nilai-nilai moral dan intelektual  disampaikan? Bagaimana orangtua menyampaikan nilai-nilai keimanan?


"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu." (At Tahrim: 6).

Keteladanan Orangtua menjadi sebuah warisan besar dan tak ternilai harga nya bagi anak. Terkadang kita hanya memikirikan bagaimana cara kita agar bisa hidup, tapi lupa memikirkan bagaimana cara kita menjalani hidup.

 Tidak bisa dipungkiri, apa yang orangtua contohkan dan lakukan setidaknya akan dilihat, teringat dan terekam didalam pribadi anak, biasanya hal tersebut juga akan ditiru dan dilakukan oleh anak; entah itu baik ataupun buruk. Itu lah sifat awal manusia; meniru. 

Nilai-nilai kebaikan tidak dapat diberikan tidak akan hadir dengan sendirinya. Semuanya membutuhkan proses yang panjang, setidaknya dengan cara; Mengajak, Mencontohkan dan Menceritakan.

Mengajak
Mengajak adalah sebuah langkah awal untuk mengenalkan sesuatu hal yang ingin disampaikan secara tersirat kepada anak. Contohnya; dengan cara kita mengajak ke pasar, kita setidaknya telah membangun gambaran bagaimana suasana pasar, bagaimana cara berkomunikasi di pasar, berapa harga-harga kebutuhan yang setiap hari ada di dapur rumah, bagaimana cara orang-orang yang bekerja di pasar. 

Dari situ bisa tumbuh analisa sikap dan lingkungan pada anak. Sehingga kepekaan sosial terbangun. Begitupun di tempat lain, dan nilai kebaikan yang didapatkan pun berbeda. Sesuai dengan apa yang ingin kita tanam kedalam kepribadian anak.

Mencontohkan
Mencontohkan adalah sebuah langkah konkrit yang dilakukan dengan maksud memberikan sebuah pesan atau pelajaran melalui tindakan lanngsung. Jika didalam ruang kelas anak-anak kita disuguhkan dengan teori saling tolong-menolong dan memberi kepada sesama, tugas orangtua adalah memberikan aktualisasi dari teori tersebut. 

Contohnya; mengajak anak mengunjungi rumah kerabat atau sahabat dekat yang sedang sakit; membeli dan memberikan makanan. Mengunjungi rumah sahabat atau keluarga dekat yang sedang kesulitan dan memberikan nya sedikit uang yang dapat membantu meringkankan kebutuhan nya. 

Dari situ, anak belajar bagaimana etika menyambangi seseorang, bagaimana cara memberi dan menolong seseorang, melihat situasi dan kondisi yang tidak sama dengan yang sedang dialami olehnya membuat dia berpikir dan bersyukur. Walaupun kita tidak secara langsung berbicara "nanti udah besar kamu harus begini" tapi secara tersirat pesan itu telah diberikan oleh orangtua. 

Didalam benak anak, orang tua nya adalah seorang yang ringan tangan. Begitupan sikap kita dalam kehidupan sehari-hari, anak akan melihat dan mencontoh. Maka berikan lah contoh yang baik.

Menceritakan
Menceritakan adalah sebuah langkah paling berkesan. Dengan pengalaman hidup yang segudang dan cerita hidup yang panjang penuh lika-liku kehidupan yang dimiliki orangtua. 

Anak berhak tau bagaimana heroik nya orangtua berjuang dalam untuk hidup sampai hari ini, betapa keras nya perjuangan yang dialami orangtua, jatuh dan bangun nya, bahagia dan sedih nya, lucu dan menarik nya, juga percintaan nya. 

Sehingga anak secara tidak langsung mengerti bahwa hidup ini penuh perjuangan, semuanya berproses, didalam proses nya banyak suka dan duka, tapi terus lah melangkah dan jangan menyerah. Penanaman mental building akan terbangun dalam percakapan yang ringan namun berkesan.

Sudah saatnya orangtua menyadari kembali tugas dan fungsi nya. Memberikan waktu dan pikiran untuk anak-anaknya. Mendidik dengan keilmuan dan keimanan. Menjadikan rumah sebagai madrasah terbaik, menjadikan diri sebagai guru terbaik. Pembentukan pondasi memang tak mudah, namun penting. Pondasi yang rapuh akan membuat bangunan mudah roboh  dan goyah. 

Orangtua harus mampu menjadi teladan bagi anak-anaknya. Pendidikan akan mudah jika bisa memberikan contoh yang nyata dan keteladanan; terlihat, terasa dan tersimpan didalam hati dan pikiran. Membangun komunikasi dua arah agar timbul diskusi. Hilangnya keteladanan dari orangtua yang dirasakan anak, mampu memberikan peluang bagi anak untuk mencari figure yang lain. 

Pastikan sebelum menua dan tutup usia, kita telah mewariskan harta yang ternilai harga nya; Keteladanan Yang Baik. Sehingga anak bisa memegang itu sebagai prinsip hidup nya.

Para ibu dan ayah, pulang lah.... Sebelum semuanya terlambat...

Untuk yang belum menikah, maka siapkan lah ilmu dan keteladanan sejak hari ini. Menikah bukan hanya soal kasih sayang, melainkan sebuah tanggung jawab besar peradaban untuk melahirkan generasi gemilang. (yuk!)

Salam Literasi!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun