Dalam menjalankan proses pemilihan umum, Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 23 Tahun 2018 memainkan peran yang sangat penting dalam mengatur kampanye politik, khususnya dalam komunikasi digital.
Pasal 20 dari PKPU menegaskan pentingnya nilai-nilai demokratis, moralitas, dan kesadaran hukum dalam kampanye politik. Namun, di era media sosial dan internet, tantangan baru muncul dalam mengawasi dan mengatur pesan-pesan kampanye yang disebarkan melalui platform digital.
Salah satu dampak negatif yang signifikan dari kampanye pilpres di media sosial adalah penyebaran informasi palsu atau hoax. Dengan adanya keterbukaan dan akses yang luas, media sosial menjadi sarana yang mudah bagi pihak yang tidak bertanggung jawab untuk menyebarkan informasi yang tidak benar atau tidak diverifikasi. Hoax yang menyebar dapat mempengaruhi opini publik, memicu kebingungan, dan bahkan memengaruhi keputusan pemilih tanpa dasar yang valid.
Selain itu, banyaknya akun palsu atau fake account yang meramaikan media sosial juga menjadi masalah serius. Akun-akun palsu ini dapat digunakan untuk menyebarkan propaganda, memanipulasi tren, atau bahkan menyerang lawan politik dengan cara yang tidak fair. Hal ini tidak hanya merusak integritas proses demokrasi, tetapi juga dapat meracuni suasana politik dengan ketidakpercayaan dan ketegangan yang lebih besar.
Â
Salah satu tantangan utama dalam mengatur komunikasi digital adalah memastikan informasi yang disebarkan adalah benar, seimbang, dan bertanggung jawab.
Sementara, Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 23 Tahun 2018 ayat 3 pasal 53 menyebutkan media yang diperbolehkan dalam kampanye seperti media cetak, media elektronik, media dalam jaringan, media sosial, dan lembaga penyiaran dalam memberitakan dan menyiarkan pesan kampanye.
realitasnya mengawasi konten yang melanggar aturan tetap menjadi masalah yang kompleks. Penyebaran informasi palsu atau hoax dan meningkatnya jumlah akun palsu di media sosial menambah kompleksitas regulasi dan pengawasan.
Tantangan tambahan muncul dengan menjamurnya platform-media sosial internasional yang memperoleh akses ke data pribadi pengguna. Hal ini menimbulkan kekhawatiran tentang privasi dan keamanan data, serta potensi eksploitasi informasi pribadi untuk kepentingan politik. Kekhawatiran ini menyoroti perlunya kerangka regulasi yang lebih kuat untuk melindungi data pengguna dan memastikan platform-media sosial beroperasi dengan integritas yang tinggi.
Untuk mengatasi tantangan ini, langkah-langkah konkrit perlu diambil.
Pertama, peningkatan kerja sama antara Komisi Pemilihan Umum (KPU), platform media sosial, dan masyarakat sipil dalam mengawasi dan melaporkan konten yang melanggar regulasi.
Kedua, pendidikan politik yang lebih intensif kepada masyarakat untuk membantu mereka memahami dan menilai informasi politik yang mereka terima secara kritis.
Terakhir, penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran aturan dalam kampanye digital perlu diperkuat untuk memberikan efek jera dan mengurangi peluang penyebaran informasi yang salah atau menyesatkan.
Kesimpulan
Regulasi komunikasi digital dalam kampanye pemilu adalah fondasi yang penting untuk menjaga integritas demokrasi. Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 23 Tahun 2018 memberikan kerangka kerja yang diperlukan untuk mengatur pesan kampanye yang disebarkan melalui media sosial dan platform digital lainnya. Meskipun demikian, tantangan yang dihadapi dalam mengawasi konten kampanye digital tetap menjadi masalah utama.
Dalam menghadapi tantangan ini, solusi yang diperlukan melibatkan kerja sama antara KPU, platform media sosial, dan masyarakat sipil. Penyuluhan politik yang lebih luas kepada masyarakat tentang pentingnya literasi media digital juga sangat diperlukan. Selain itu, penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran aturan kampanye digital juga perlu ditingkatkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H