Namun di tahun-tahun itu, Piala Afrika tidak se riuh sekarang, bahkan tuduhan lucu semacam main dukun masih mungkin terjadi. Namun saat ini, ditengah kemelut yang luar biasa paska covid-19, tidak hanya kompetisi berjalan sampai final, Namun nama AFCON menjadi bahasan dan topik perbincangan berbagai khalayak.Â
Hal ini menandakan bahwa dengan Segala keterbatasan, panitia pelaksana AFCON dan konfederasi sepakbola Afrika betul-betul mengusahakan tercipta sebuah kompetisi yang layak dinikmati khalayak.Â
Dikelola secara professional terlepas dari beberapa hal yang merupakan bagian dari kasus di lapangan, kualitas Piala Afrika sebagai sebuah kompetisi sudah meningkat drastis bila dibandingkan 12 tahun lalu.
Lantas, mengapa kemudian Afrika, sebuah benua yang "Masih belum diterangi listrik" mampu membuat kompetisi internasional yang semenarik ini?Â
Ini sebuah pembuktian sederhana, bahwa pengelolaan kompetisi lokal di negara-negara peserta piala Afrika banyak yang sudah up to bar, professional dan terstandar. Liga Mesir, Afrika Selatan, Maroko dan Tunisia, adalah beberapa Liga yang menghasilkan nama-nama besar, Tim sepakbola professional yang tidak hanya Dikenal di level regional, Namun juga internasional.Â
Beberapa tim seperti AL Ahly pernah bersaing di level piala dunia antar klub, Tim Tim seperti Wydad dan Raja Casablanca muncul di dunia internasional melalui ultras mereka. Serta tim-tim dan kompetisi lain, yang sudah Dibuktikan dengan fakta negara Afrika berhasil menjadi penyelenggara piala dunia yang amat berkesan, tahun 2010 di Afrika Selatan.
Maka kualitas kompetisi lokal sangat berbanding lurus dengan kualitas kompetisi internasional. Bukti bukti ini sudah dapat kita lihat di berbagai belahan dunia dan baru baru ini Afrika menjadi bukti paling gamblang, selama kompetisi Dikelola dengan professional, ada Bumbu apapun disana tetap akan membawa dampak positif bagi perkembangan sepakbola baik di level lokal, maupun regional dan internasional.
Maka tidak bisa disalahkan, pemain-pemain seperti Salah, Edouard Mendy, atau Wilfried Zaha memilih meninggalkan rumah nyaman rantau mereka, dan pulang kampung serta mempertaruhkan masa depan mereka di kompetisi ini. Karena sederhana, kompetisi ini sudah sangat worth it untuk diri mereka sebagai pemain, atau negara mereka.Â
Meskipun bisa jadi dampak di karir klub mereka tidak bisa digaransi positif. Bisa dibayangkan reaksi Sadio Mane saat akhirnya pulang ke Anfield, dia mendapati sudah ada anak muda Amerika Latin yang siap bersaing untuk posisi starter di sayap kiri lini serang Liverpool. #VamosDiaz
Karena kompetisi AFCON ini bukan kompetisi kaleng-kaleng, bukan juga piala ciki yang diperebutkan, perlu kita lihat struktur pemain di liga-liga besar Eropa, terutama Liga primer inggris. Kenapa kok bisa protest sampai sebegitunya.
PEMAIN AFRIKA: FIGUR PENTING DI TIM-TIM LIGA INGGRIS