Mohon tunggu...
azzam abdullah
azzam abdullah Mohon Tunggu... Buruh - Karyawan Swasta

Lulusan Magister Manajemen yang sedang kerja di perusahaan swasta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mengelola Ekspektasi, Cara Hidup Waras di Zaman Edan

9 Oktober 2020   14:52 Diperbarui: 9 Oktober 2020   14:56 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Koleksi Pribadi

Sekarang, mengapa bisa manusia percaya pada manusia lain? ini adalah sebuah pertanyaan dasar, percaya, kenapa kita bisa percaya?. (Perry & Mankin, 2004) merangkum dari pernyataan para ahli dan hasil penelitian sebelumnya, menyimpulkan bahwa salah satu alasan munculnya kepercayaan adalah adanya "ekspektasi" atau "harapan" tertentu, jika kita melakukan sesuatu, berbuat hal baik, meletakkan kepercayaan, akan ada benefit, umpan balik dari lawan interaksi kita.

Inilah kenapa kita bersedia bertemu dokter dan membayar untuk jasanya, karena ada harapan kesembuhan dari penyakitnya itu. inilah kenapa kita berepot-repot berkunjung ke tempat makan, atau ke pusat belanja, karena transaksi perdagangan disana bisa memenuhi kebutuhan kita. Begitu juga sebaliknya, lawan interaksi kita pasti mengharao suatu balasan, meskipun seringkali dikaitkan dengan balasan materiil, namun juga ada balasan non-materiil diharapkan hadir dari sebuah interaksi.

Inilah kenapa saat pengelola pemerintahan bertindak sesuatu, APAPUN, apapun, pasti aka nada umpan balik baik positif ataupun negative dari masyarakat. Karena begitu banyak pihak, begitu banyak individu menitipkan berbagai harapan kepada pengelola pemerintahan. Betapa tidak? Kekuatan para pengelola pemerintahan bisa terbilang sangat, sangat luar biasa.

Power dan Ekspektasi 

Sebuah pertanyaan sederhana, ketika juara bertahan Liverpool FC bertandang ke markas tim nyaris degradasi Aston Villa FC, muncul ekspektasi semacam apa di kepala anda? Jelas setidaknya, skuad Jurgen Klopp setidaknya meraih poin penuh, atau minimal hasil imbang. Tetapi pada pertemuan terakhir skuad Liverpool FC harus takluk secara memalukan, dicukur habis 7-2 oleh Jack Grealish c.s, memicu kegoncangan dalam dunia sepakbola, membuat fans 'The Reds' merana, dan membuat fans rival tertawa terbahak-bahak.

Mengapa demikian? Karena orang beranggapan, dan fans Liverpool berharap, setidaknya Liverpool bisa menang. Maksudnya, ini Liverpool gitu loh!, dan setelah the unthinkable terjadi wajar jika muncul reaksi yang tidak biasanya dialami tim sepakbola lain, maksudnya, di malam itu mantan King of England Manchester United harus takluk dengan skor memalukan, 1-6 melawan Tottenham Hotspur, dibawah asuhan mantan pelatih United Jose Mourinho. Tetapi kenapa orang bisa bereaksi biasa saja, dan langsung habis-habisan mencecar Liverpool.

Sederhana. Dunia sepakbola modern menganggap diatas kertas Liverpool saat ini lebih kuat, musim lalu berhasil mengalahkan Manchester City dalam perebuthan juara liga primer dengan selisih 20 poin lebih, juara dengan sisa 7 laga. Sedangkan Manchester United adalah tim sepakbola, dimana mereka tidak mampu mendatangkan pemain impiannya, memiliki pemain bertahan termahal di dunia namun hobi blunder, dan bisa tembus peringkat 3 karena rutin gosok voucher penalty. Maka United kalah 1-6 di kandang, orang mafhum, wajar, emang segitu doang kualitasnya. Tapi kalau Liverpool? A Big No.

Dari analogi di luar pembahasan ini bisa dibayangkan ketika pemerintah menampilkan performa zonk sebagaimana Liverpool di Villa Park. Mereka dengan rengkuh kekuasaan mencakup 260 juta lebih jiwa, lebih dari 13.000 pula, dengan segala macam kekayaan alam di dalam, atas, langit dan perairannya, namun terang menampilkan pertunjukkan penuh kebohongan. 

Aksi jalanan menyiksa rakyat dan mempromosikan ketidakadilan. Kira-kira, sudikah rakyat hanya memprotes dengan mendoakan di sepertiga malam? Tidak, sama sekali tidak, doa itu pasti digaungkan, seluruh sosial media rakyat bersuara lantang dan menghujat, aksi peretasan hingga lontaran batu kepada aparat penegak hukum seolah semuanya memiliki alasan konkrit. Karena sebesar itu power-nya, sebesar itu ekspektasinya, benarlah sabda Nabi Muhammad SAW, tugas terberat adalah menjadi pemimpin,

Manajemen Ekspektasi. Ayo Tetap Waras!

Seorang bayi baru lahir mungkin oleh orang tuanya di cita-citakan menjadi mujahid, menjadi politikus sholih, menjadi pengusaha jujur dan akademisi adil. Semua kesuksesan duniawi dan akhirat diharapkan orang tuanya agar tetap terpenuhi. Namun jelas, tidak ada ceritanya orang tua  begitu anaknya lahir langsung memiliki kecerdasan seperti Habibie, keberanian seperti Jendral Besar Soedirman dan kejujuran dan pekerti seperti Hoegeng. Ada proses panjang harus dilalui, proses membesarkan, mendidikan dan memelihara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun