Pagi di Kota Jakarta, disusupi dengan udara sejuk, awan mendung tapi langit tak kunjung menurunkan hujan. Jalan Thamrin-Sudirman berhiaskan panggung-panggung megah dan ornamen unik khas budaya betawi. Papan Bildbord bertuliskan "Selamat atas Pelantikan Presdien dan Wakil Presiden yang baru".
Rido bersiap turun di Halte Monumen Nasional, berdesakan dengan penumpang lain yang berebut turun dari Trans Jakarta.
Rido menatap punggung Wanita yang menyenggolnya dari belakang lalu menyalipnya untuk menuju pintu keluar, dengan sabar Rido mengelus dada dan mengehelakan napas panjang.
Setelah keluar dari Halte Rido menuju sisi  Utara jalan luar pagar Monas dengan mata yang lembayung Rido menatap bangunan putih yang berada di sebarangnya.
"Tuhan apakah engkau berada di tempat ini, sebab banyak orang yang rela berbohong, menjatuhkan satu sama lain, bahkan membunuh untuk sampai ke dalam," perkataan Rido dari dalam hati.
Rido terus menatap bangunan tersebut tidak mempedulikan orang sekitar yang lalu lalang  di depannya maupun di belakangnya.
Ketika suara azan dzuhur berkumandang Rido kebingungan sebab orang-orang berpeci hitam, berpakaian jas hitam dengan menggunakan dasi merah, pada keluar dengan membawa kabinet.
"Kenapa mereka pada keluar, apakah Tuhan berpindah tempat?" Gumam Rido lagi dalam hati.
Rido melanjutkan perjalanannya, ia tak lagi menatap gedung putih tersebut. Ia terus berjalan mencari Ilahi untuk dirinya dan orang sekitarnya yang kehilangan kepercayaan atas takdir kepemimpinan negeri ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H