Pak tua itu selalu berisik di kepalaku dengan celotehan " Tuhan yang merdu, dengan kicau burung di kepalanya"
Pak tua itu selalu menulis ironi kematian bagi tubuh yang tak tentram dan ingin pergi dengan santai, ketika ia sedang mencintai tubuhnya di dalam kitab khong-guan.
Pak tua itu penuh larik skena dimana ada hujan berteduh di bawah alis dan senja berlabu di mata yang merona.
Pak tua itu mondar-mandir di kepalaku, kata terakhirnya sebelum ia menelepon Tuhan; adalah aku sudah cukup menulis karena kata sudah semakin besar.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI