Halo Kompasianer!!
Apakah derivatif itu diharamkan dalam islam??!
Derivatif adalah perjanjian transaksi yang acuan asetnya berasal dari produk turunan. Adapun keuntungannya, sangat bergantung dari spot marketnya. Namun, kompleksitas derivatif ini cukup diperdebatkan terkait keharamannya. Agar kompasianer tidak bingung lagi, langsung sokin dibaca gih!
Derivatif
Dalam pengertian yang lebih khusus, derivatif merupakan kontrak finansial antara 2 (dua) atau lebih pihak-pihak guna memenuhi janji untuk membeli atau menjual assets/commodities yang dijadikan sebagai objek yang diperdagangkan pada waktu dan harga yang merupakan kesepakatan bersama antara pihak penjual dan pihak pembeli. Adapun nilai di masa mendatang dari objek yang diperdagangkan tersebut sangat dipengaruhi oleh instrumen induknya yang ada di spot market.
Derivatif merupakan kontrak atau perjanjian yang nilai atau peluang keuntungannya terkait dengan kinerja aset lain. Aset lain ini disebut sebagai underlying assets. Efek derivatif merupakan Efek turunan dari Efek "utama" baik yang bersifat penyertaan maupun utang. Efek turunan dapat berarti turunan langsung dari Efek "utama" maupun turunan selanjutnya.
Derivatif Keuangan
Derivatif yang terdapat di Bursa Efek adalah derivatif keuangan (financial derivative). Derivatif keuangan merupakan instrumen derivatif, di mana variabel-variabel yang mendasarinya adalah instrumen-instrumen keuangan, yang dapat berupa saham, obligasi, indeks saham, indeks obligasi, mata uang (currency), tingkat suku bunga dan instrumen-instrumen keuangan lainnya. Instrumen-instrumen derivatif sering digunakan oleh para pelaku pasar (pemodal dan perusahaan efek) sebagai sarana untuk melakukan lindung nilai (hedging) atas portofolio yang mereka miliki.
Risiko Derivatif
Seperti yang Kompasianer ketahui bahwa derivatif adalah produk investasi berbentuk kontrak perdagangan. Artinya, risiko dari instrumen investasi ini pun tinggi, meskipun keuntungannya besar. Pada kenyataannya, proses pelaksanaan instrumen derivatif sangat kompleks dan rinci. Walaupun bertujuan melindungi nilai tukar rupiah, perusahaan yang menggunakan produk derivatif bukan berarti bisa terbebas dari risiko yang ada. Seperti telah dijelaskan di atas, derivatif akan lebih condong menggunakan perkiraan harga yang ada di masa depan. Oleh karena itu, wajar jika instrumen investasi ini memiliki risiko tinggi, bahkan dapat dibilang melebihi risiko saham.
Manfaat Komoditi Derivatif
Sarana Lindung Nilai Kontrak komoditi derivatif memiliki korelasi kuat dengan komoditas atau produk yang mendasarinya. Nilai dari suatu kontrak derivatif akan bergerak paralel dengan produk acuannya di pasar spot. Maka, jika salah satu pihak memiliki exposure dari posisi yang dimilikinya pada pasar spot, maka pihak tersebut dapat mengurangi risiko yang disebabkan oleh perubahan harga yang terjadi pada produk di pasar spot dengan membuka posisi di pasar derivatif. Langkah inilah yang disebut dengan lindung nilai atau hedging. Spekulasi seperti pada pasar fisik, kontrak pada pasar derivatif juga mengalami perubahan harga sehingga masyarakat dapat memperoleh keuntungan dengan melakukan jual-beli kontrak derivatif. Pada kontrak derivatif terdapat berbagai macam cara untuk melakukan penyelesaian kontrak:
1. Penyelesaian kontrak dengan serah-terima fisik barang di kemudian hari;
2. Penyelesaian secara tunai (cash settlement);
3. Penyelesaian dengan memberikan hak untuk membeli atau menjual suatu produk di masa jatuh tempo.
Adanya tiga metode penyelesaian ini, maka peluang untuk memperoleh keuntungan melalui spekulasi sangat terbuka.
Legalitas Komoditi Derivatif
Transaksi instrumen derivatif di Indonesia diatur dan dilandasi oleh dasar hukum yang bersifat satu kesatuan dengan dasar hukum yang mengatur Perdagangan Berjangka Komoditi:
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi
3. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1999Â Tentang Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Komoditi
Perdebatan instrumen derivatif dalam keuangan syariah
Perdebatan tentang derivatif akan terus berlanjut dalam Islamic Finance, saat ini penerimaan sangat terbatas dan masih ada peluang bahwa praktik derivatif akan dapat terus berkembang dalam waktu dekat ini (Askari et al., 2013). Pedebatan ini tidak lepas dari adanya perbedaan konsep keuangan dalam Islam. Konsep uang dalam keuangan Islam adalah uang sebagai alat tukar (medium of exchange) dan bukan komoditas yang diperdagangkan. Disamping itu, Islam membolehkan pembelian dan penjualan komoditas baik secara tunai atau tunda (Hasan, 2004).
Transaksi derivatif pada bank dan perusahaan keuangan konvensional digunakan untuk spekulasi maupun lindung nilai dari risiko sebagai kebutuhan dalam perencanaan bisnis strategis, penggunaan derivatif sebagai alat manajemen risiko. Ada juga elemen leverage dalam perdagangan transaksi derivatif, dimana peluang keuntungan atau kerugian besar dari modal kecil karena pergerakan kecil dalam aset dasar derivatif. Hal ini memunculkan argumen bahwa derivatif menunjukkan unsur gharar (ketidakpastian), riba (riba), jahalah (kebodohan) dan digunakan untuk tujuan spekulatif, yang semuanya tidak sesuai dengan prinsip syariah (Haron, 2014). Namun, ketersediaan beberapa syarat dan ketentuan yang dapat menghilangkan unsur-unsur terlarang dalam kontrak ini dapat membuat mereka kompatibel dan kkonsisten dengan hukum Islam (Injadat, 2014). Anwer (2019) dalam penelitiannya mengevaluasi status kebolehan derivatif berdasarkan fitur utama hukum kontrak dalam Islam. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa instrumen derivatif lindung nilai satu sisi dapat membawa berbagai keuntungan bagi institusi namun penggunaan derivatif menyebabkan kerapuhan dalam sistem keuangan global dan pasar karena keterlibatan gharar, short selling dan bunga. Struktur derivatif ini sangat rumit yang mengarah pada penyimpangan dari aktivitas ekonomi nyata sehingga sulit juga untuk menghindari larangan Syariah. Negara-negara dan cendekiawan muslim perlu mengembangkan instrumen-instrumen khusus untuk melindungi risiko dengan cara yang sesuai dengan Syariah (Anwer & Habib, 2019).
Oleh karena itu, transaksi derivatif sebagai transaksi atas derivasi produk keuangan mengandung unsur spekulasi dan gharar hukumnya haram. Namun upaya lindung nilai (hedging) untuk mitigasi risiko dari fluktuasi nilai valuta asing boleh dilakukan dengan syarat mengikuti ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Fatwa No.96/DSN-MUI/IV/2015 tentang Transaksi Lindung Nilai Syariah(DSN MUI, 2011). Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, menyatakan bahwa bank syariah dilarang untuk menjual produk yang tidak sesuai prinsip syariah termasuk produk derivatif yang menyalahi prinsip syariah. Hal ini dapat dilihat pada laporan keuangan yang diterbitkan oleh semua bank umum syariah tidak temukan adanya laporan terkait transaksi derivatif. Namun transaksi spot boleh digunakan dalam rangka lindung nilai pada transaksi mata uang asing dalam bentuk skema Forward Agreement yang diikuti dengan Transaksi Spot pada saat jatuh tempo serta penyelesaiannya berupa serah terima mata uang (DSN MUI, 2015).
Derivatif pada negara-negara lain seperti Pakistan dan Malaysia memiliki pandangan yang hampir sama. Meo (2020) penelitian di Negara Pakistan menemukan bahwa pertimbangan instrumen derivatif dalam industri keuangan Islam amat penting karena kebutuhan untuk lindung nilai dan pengurangan risiko dalam lembaga  keuangan Islam (Meo et al., 2022). Sementara Negara Malaysia melalui Shariah Advisory Council (SAC) menganggap derivatif, sebagai instrumen lindung nilai dan menciptakan maslahah bagi investor dan perekonomian pada umumnya.Â
Divalidasi atas dasar hikmah al-tashri'iyyah (menciptakan mashlahah) dan 'urf al-iqtisadi al-khas (praktik umum yang terjadi secara khusus dalam kegiatan ekonomi), kebolehannya dibenarkan jika digunakan semata-mata untuk tujuan lindung nilai. Namun, jika bersifat spekulatif, maka hukum syariah harus diberlakukan. Ada manfaat (maslahah) dalam aktivitas lindung nilai asli tetapi biaya yang terkait dengan potensi perdagangan derivatif spekulatif murni tidak dapat diabaikan (Haron, 2014).
Kesimpulan
Kompasianer, pada akhirnya kita dapat sama-sama mengetahuu bahwa ada transaksi derivatif yang dilarang oleh syariah dan yang tidak dilarang. Adapun ketika dilarang, itu disebabkan adanya unsur gharar (ketidakpastian), riba (riba), jahalah (kebodohan) dan digunakan untuk tujuan spekulatif, yang semuanya tidak sesuai dengan prinsip syariah. Sedangkan diperbolehkan ketika tidak terdapat hal-hal tersebut serta banyaknya manfaat yang diperoleh dari transaksi tersebut bagi masyarkat.
See you next time!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H