Kondisi Bangsa Indonesia di tahun 2025 ini bukan menjadi cita-cita para pahlawan kemerdekaan yang telah mengesampingkan kepentingan dirinya untuk memperjuangkan kejayaan republik ini dengan penuh harap.Â
Generasi dengan usia produktif saat ini tengah didominasi oleh teman-teman generasi Z dan milenial. Sebagian besar dari kami masih berpenghasilan kecil—sebagian lainnya berpenghasilan SANGAT besar. Profesi terhormat tak dianggap berwujud, senilai honornya yang di bawah batas kemiskinan. Sedangkan yang tak terhormat dikuasai oleh orang-orang yang memiliki remot kontrol negara.Â
Upper Class yang terhormat,Â
Sebanyak 12% bagian akan diambil dari barang dan jasa sebagai pajak pertambahan nilai. Geger. Bagaimana mungkin keputusan ini tak memperkeruh kesejahteraan masyarakat yang belum terlihat hilalnya ini? Angka penghasilan cenderung tak bergerak, tapi nilai barang dan jasa hendak dinaikkan?Â
Apabila pertambahan nilai pajak dianggap dapat menjadi jalan terbaik untuk menjalankan roda perekonomian Indonesia saat ini, mengapa peristiwa ini memicu terjadinya demonstrasi dan menuai kritik dari berbagai golongan masyarakat?Â
Pembaca yang terhormat,
Ketika membuka pandangan lebih teliti pada tiap individu masyarakat Indonesia, tak sedikit kita akan melihat teman-teman generasi Z yang tak dapat berhenti berjuang. Keadaan di sekitar kami seakan menyeret menuju keterpurukan jika tak memiliki pemasukan tiga digit tiap bulannya. Hidup diapit dua tanggungan dari atas dan bawah, memupuskan harapan untuk membuat simpanan untuk memantapkan diri sendiri di masa depan. Lantas presiden baru datang, membawa petaka.
Tak sedikit pula generasi muda yang memiliki prinsip ‘work for living’, memprioritaskan keseimbangan antara hidup dan bertahan hidup. Hal ini dapat menjadi faktor penyebab generasi muda menganggap bahwa aset seperti rumah, tanah, dan aset jangka panjang lainnya tak menjadi prioritas saat ini. Mereka menganggap barang-barang tersebut terlalu mahal terhadap penghasilan mereka saat ini. Â
Lalu, pertanyaan ini kembali muncul: Bagaimana kebijakan baru ini dapat mendukung kesejahteraan masyarakat yang sedari awal memang tak ada?
Tepat enam jam sebelum kebijakan PPN 12% berlaku, presiden baru ini mengumumkan bahwa PPN 12% hanya berlaku pada barang mewah per 1 Januari 2025. Meskipun telah ada pedoman tentang barang dan jasa mewah apa saja yang terdampak kenaikan pajak pertambahan nilai ini, banyak barang dan jasa sudah terlanjur naik harganya. Ada perusahaan yang mengaku telah memberlakukan kebijakan ini, ada yang tidak. Ketidakkonsistenan ini dapat mengacaukan harga pasar di Indonesia. Bahkan, salah satu perusahaan pada bidang jasa, PT KAI, menyebutkan bahwa tiket kereta api yang tak akan terdampak tarif PPN 12% menjadi ‘kabar gembira’.Â
Apabila memang komitmen presiden baru ini adalah Berpihak pada Rakyat, tak seharusnya kebijakan ini diberlakukan di tengah kondisi masyarakat yang belum stabil, berpenghasilan relatif rendah, serta ketika nilai tukar rupiah yang semakin melemah, dengan dalih untuk memulihkan perekonomian Indonesia pascapandemi dan menyejahterakan pengusaha kecil. Belum lagi dengan adanya sembilan pungutan lain yang juga akan berlaku mulai 2025 ini.