Saat pasien harus berjuang melawan penyakitnya yang mungkin hanya memiliki sedikit harapan untuk sembuh, akan ada kemungkinan pasien kehilangan motivasi untuk kembali sehat dan hanya ingin rasa sakit yang dideritanya hilang bagaimanapun caranya. Selain itu, faktor lain seperti biaya pengobatan, tenaga, dan waktu yang dikeluarkan untuk menyembuhkan penyakit yang diderita namun dengan sedikitnya harapan sembuh yang ada membuat pasien atau bahkan keluarga pasien berpikir untuk menghentikan pengobatan dan upaya penyembuhan. Pada akhirnya, banyak pilihan sulit yang harus diambil bahkan mungkin berujung pada keputusan untuk melakukan euthanasia.Â
Seperti salah satu kasus yang terjadi di tahun 2004, Seorang suami bernama Panca Hasan Kusuma harus melihat istrinya Nyonya Agian Isna Uli mengalami koma pasca melahirkan anak kedua mereka. Setelah selama dua bulan koma di rumah sakit, Hasan merasa tak tega melihat istrinya hanya terbaring di atas kasur tanpa bisa melakukan apapun. Hasan juga mengalami kesulitan biaya untuk pengobatan istrinya yang bahkan tidak diketahui kapan akan kembali sadar. Stres dan frustasi karena keadaan tersebut, Hasan akhirnya meminta kepada pengadilan negeri untuk melakukan euthanasia pada istrinya namun ditolak oleh pengadilan.
Euthanasia sendiri merupakan tindakan dengan sengaja mengakhiri hidup seseorang untuk menghilangkan penderitaan (NHS, 2020). Terdapat beberapa jenis euthanasia, seperti euthanasia aktif, euthanasia pasif, euthanasia sukarela, euthanasia yang tidak disengaja, euthanasia yang dikelola sendiri, euthanasia yang dikelola orang lain, euthanasia yang dibantu, mercy-killing, dan euthanasia yang dibantu dokter (University of Missouri, n,d.).Â
Euthanasia di dunia keperawatan merupakan salah satu isu legal yang merupakan suatu permasalahan berhubungan dengan peraturan perundang-undangan, sesuai dengan pasal 344 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana bahwa "Barang siapa menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun". Pada pasal 338, 340, 345, dan 359 KUHP juga dijelaskan lebih lanjut mengenai unsur-unsur delik perbuatan euthanasia.
Terdapat empat prinsip etik yang harus diterapkan oleh tenaga kesehatan, yaitu autonomy atau hak seorang pasien untuk menentukan keputusannya sendiri, beneficence  atau meminimalkan kesalahan dan memaksimalkan kebaikan, non-maleficence atau perlakuan tidak merugikan pasien, dan justice atau keadilan. Hal ini menjadikan euthanasia merupakan hal yang mengarah pada dilema etik. Selain itu, dalam melakukan asuhan keperawatan, seorang perawat berfokus untuk merawat pasien dan tidak termasuk melakukan euthanasia.Â
Tindakan euthanasia merupakkan tindakan yang bertolak belakang dengan prinsip dan asuhan keperawatan yang di mana di dalamnya terdapat perawatan paliatif yang prinsipnya adalah "melakukan hal yang baik" dan "tidak melukai".
Saran dari penulis adalah perawat dapat menerapkan The Peaceful End of Life Theory oleh Ruland & Moore sebagai salah satu tindakan jika terdapat pasien atau keluarganya yang berkeinginan melakukan euthanasia. The Peaceful End of Life berfokus untuk membimbing perawat dalam memilih intervensi untuk meringankan penderitaan dan membantu tahap akhir hidup menjadi pengalaman yang mengesankan.Â
The Peaceful End of Life Theory memiliki lima konsep pada teori inis, yaitu bebas dari rasa sakit, mengalami kenyamanan, mengalami martabat dan rasa hormat, merasa damai, dan mengalami kedekatan dengan orang lain yang penting dan mereka yang peduli (Ruland & Moore, 1998). Agar klien dapat bebas dari rasa sakit dapat dilakukan pemantauan dan pemberian pereda nyeri serta dapat diterapkan intervensi farmakologis maupun non farmakologis. Pada konsep yang kedua di mana fokusnya yaitu membuat klien merasa nyaman, maka perawat dapat membantu klien mengatasi ketidaknyamanan, memfasilitasi kebutuhan istirahat klien, serta mencegah terjadinya komplikasi pada klien.
Keinginan untuk melakukan euthanasia yang diajukan oleh pasien atau bahkan keluarga berhubungan dengan konteks legal dan peraturan etik internal euthanasia yang pada akhirnya akan berakibat pada tingkatan dan keterlibatan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien.
Pasien atau keluarga yang  berkeinginan euthanasia akan berhubungan dengan konteks legal, peraturan etik internal euthanasia sehingga mempengaruhi tingkatan dan keterlibatan perawat. Dengan demikian, sekiranya perawat harus menyadari pentingnya etika dan batas isu legal dalam melakukan asuhan keperawatan kepada pasien terutama pasien yang menginginkan euthanasia.Â
REFERENSI