Inklusivitas adalah konsep membuka kesempatan bagi siapapun terlepas dari identitas dan latar belakang mereka. Konsep ini bermaksud untuk membuat kesetaraan manusia dalam hidup. Parameter inklusivitas yakni tidak memandang ras, asal, kepercayaan, gender, dan seksualitas. Penerapan inklusivitas dalam pendidikan merupakan hal yang penting yang bertujuan agar semua orang bisa merasakan pendidikan yang layak. LGBT pun juga termasuk sebagai salah satu parameter inklusif. Menurut United Nation, LGBT sendiri sering dianggap sebagai ancaman dari kacamata keagamaan, sosial dan budaya, serta bisa juga politik. Banyak kaum pelangi ini yang menjadi korban kekerasan karena perspektif negatif masyarakat terhadap mereka. Dan United Nation sendiri menyatakan bahwa dibutuhkannya perlindungan hak-hak LGBT atas diskriminasi dan ekslusivisme.
Pertanyaannya yakni, apakah konsep inklusif ini sudah diterapkan dalam pendidikan di Indonesia? Pasalnya, banyak kampus di Indonesia yang menyatakan kampus inklusif. Namun mereka juga menolak keras eksistensi LGBT. Jadi apakah benar mereka sudah melalui parameter tersebut? Kebanyakan highlight inklusif di Indonesia yakni disabilitas. Dengan mengadakan fasilitas untuk disabilitas, mereka menyatakan kampus mereka termasuk kampus inklusif. Memang tidak salah, namun inklusif merupakan subjek yang luas.
Eksistensi LGBT sendiri juga mendapat kecaman keras dan stigma negatif dari masyarakat. Itu hal yang wajar, karena masyarakat indonesia adalah masyarakat yang beragama dan didukung oleh ideologi negara nya yakni pancasila di sila pertama, ketuhanan yang maha esa. Lagi, apakah inklusivitas sudah diterapkan di pendidikan Indonesia? Menurut saya yakni belum.
Selain masalah LGBT, Indonesia hanya mengakui 6 agama. Yakni Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Jika benar ingin menerapkan inklusivitas, maka seharusnya tidak ada batasan keagamaan dalam Indonesia selama yang dianut adalah satu tuhan. Menerapkan konsep inklusivitas di negara agama seperti Indonesia adalah hal yang masih abu-abu. Parameter nya tidak jelas. Tidak bisa dibandingkan dengan negara di Amerika dan Eropa yang landasan negara nya adalah Hak Asasi Manusia (HAM). Karena HAM sendiri mendukung kesetaraan terlepas dari latar belakang dan identitas masyarakatnya. Maka dari itu, membandingkan kedua negara yang memiliki landasan berbeda memang susah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H