Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Indonesia pada era orde lama terbagi menjadi 3, diataranya yaitu:
1. Kurikulum 1947
Kurikulum 1947 dikenal dengan istilah Rentjana Pelajaran. Kurikulum 1947 merupakan kurikulum yang pertama kali lahir setelah kemerdekaan Indonesia sehingga sistem pendidikan agama pada masa ini masih bercorak Belanda dan Jepang, serta berdampak pula pada pelaksanaannya yang belum berjalan secara maksimal ketika itu. Secara historis, pengembangan kurikulum ini baru saja dimulai pada tahun 1950 dikarenakan sistem politik yang belum stabil pada saat itu dan masih dalam tahap penyusunan, serta masih berusaha untuk mencari model pendidikan yang ideal. Sistem pendidikan pada masa ini lebih menekankan pada penanaman rasa cinta tanah air dan dengan itu diharapkan mampu membangun kesadaran dalam berbangsa dan bernegara di kalangan masyarakat. Sebelum tahun 1951, pendidikan agama hanya dilaksanakan untuk kelas 4 ke atas. Namun, pada tahun 1951 pendidikan agama telah diajarkan pada siswa sejak kelas 1 Sekolah Dasar.
2. Kurikulum 1952
 Kurikulum 1952 disebut juga dengan istilah Rentjana Pelajaran Terurai yang merupakan perbaikan dan penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya (1947). Peraturan pelaksanaan pendidikan agama Islam yang menegaskan bahwa pelaksanaan materi pendidikan agama Islam wajib diberikan di sekolah minimal dua jam perminggu sebagaimana tertuang dalam SKB Dua Menteri (Menteri PP&K dan Menteri Agama) pada tahun 1951. Setelah itu, penyusunan kurikulum pendidikan agama telah diupayakan oleh Departemen Agama dengan membentuk sebuah tim yang diketuai oleh K.H. Imam Zarkasyi dari Pondok Pesantren Modern Gontor dimana hasil dari penyusunan kurikulum tersebut langsung disahkan oleh Menteri Agama pada tahun 1952.
 Upaya Departemen Agama tersebut ternyata membuahkan hasil dengan diperolehnya porsi materi pendidikan agama Islam sebanyak 25% dari total keseluruhan mata pelajaran yang diajarkan selama satu pekan di sekolah. Terdapat pengklasifikasian bidang ilmu studi pengembangan pada kurikulum 1952 yang dikenal dengan sebutan pancawardhana, diantaranya yaitu moral, kecerdasan, emosionalistik, keterampilan, dan jasmani.
 3. Kurikulum 1964
 Kurikulum Indonesia terus mengalami perkembangan hingga tahun 1964 dimana kurikulum pada tahun ini dikenal dengan istilah Rentjana Pendidikan 1964 yang memiliki karakteristik aktif, kreatif dan produktif dalam konsep pengembangannya. Pada Rentjana Pendidikan, sistem pendidikan diarahkan agar siswa mampu memecahkan berbagai permasalahan atau menemukan solusi atas permasalahan yang mereka temukan dalam kehidupan sehari-hari dengan kemampuan mereka sendiri (problem solving).
 Model yang digunakan pada kurikulum 1964 ini ialah gotong royong terpimpin dimana para siswa pada Hari Sabtu di setiap pekannya dibebaskan untuk melakukan kegiatan dan berlatih sesuai dengan minat dan bakat mereka masing-masing. Kegiatan tersebut terdiri dari berbagai macam bidang, mulai dari olahraga, kesenian, juga kebudayaan dimana dengan adanya kegiatan ini diharapkan mampu mencetak generasi yang memiliki rasa cinta terhadap tanah air dan memiliki jiwa sosial yang tinggi.
Dapat dipahami bahwa masing-masing kurikulum PAI pada era orde lama memiliki corak dan sistem pembelajaran tersendiri. Kurikulum 1947 atau rentjana pelajaran yang menekankan pada rasa cinta tanah air. Kurikulum 1952 atau rentjana pelajaran terurai yang merupakan penyempunaan kurikulum sebelumnya. Kurikulum 1964 atau rentjana pelajaran 1964, siswa diarahkan agar memiliki problem solving yang baik, dengan model pembelajaran gotong royong terpimpin.
Referensi: