Mohon tunggu...
Azzahra Lulu A
Azzahra Lulu A Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

New mission

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mengurai Akar Korupsi: Bagaimana Kecurangan Jadi Kebiasaan

21 Januari 2025   13:34 Diperbarui: 21 Januari 2025   13:34 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Korupsi merupakan cerminan dari budaya yang sudah mengakar, dan lebih dari sekedar aktivitas kriminal. Korupsi di Indonesia seringkali berawal dari rutinitas sehari-hari yang telah dianggap menjadi kebiasaan. Tindakan-tindakan seperti menyontek, titip absen, hingga manipulasi data, merupakan tindakan yang terlihat kecil dan sepele, namun hal tersebut dapat menjadi benih-benih korupsi yang lebih besar di kemudian hari. Ketika tindakan tersebut dianggap hal yang biasa, maka perlahan-lahan masyarakat akan kehilangan kesadaran terhadap kejujuran dan integritas.

Lingkungan pendidikan merupakan salah satu tempat awal tumbuhnya budaya kecurangan. Menyontek saat ujian, titip absen untuk bolos pelajaran, serta memenipulasi rapor, sering dianggap sebagai bagian strategi bertahan hidup di dunia akademik. Kebiasaan ini tidak hanya merusak moral individu, tetapi juga membentuk mentalitas yang permisif terhadap pelanggaran etika. Begitu pula dalam dunia kerja, budaya "orang dalam" atau nepotisme telah menjadi cara yang sering dilakukan untuk mendapatkan posisi atau promosi jabatan. Hal ini menciptakan ketidakadilan dan mengikis prinsip meritokrasi yang seharusnya  menjadi landasan utama sistem perekrutan yang adil.

Dalam bidang administrasi dan keuangan, praktik korupsi semakin nampak jelas. Contoh nyata dari fenomena ini adalah mark-up anggaran, pemalsuan laporan keuangan, dan manipulasi data penelitian, yang menunjukkan bagaimana kebiasaan curang dapat berkembang menjadi skandal besar. Ketidaktegasan dalam penegakan hukum dan kurangnya pendidikan etika, menjadi faktor yang memperburuk situasi ini. Di sisi lain, masyarakat sering kali menganggap hal ini sebagai hal yang wajar atau bahkan terlibat dalam praktik-praktik tersebut akibat tekanan sosial atau kebutuhan untuk bertahan hidup dalam sistem yang korup.

Budaya kecurangan memiliki konsekuensi jangka panjang yang sangat serius. Kepercayaan masyarakat terhadap institusi menjadi berkurang, sumber daya negara terbuang secara tidak efektif, dan generasi mendatang tumbuh dengan nilai-nilai yang terdistorsi. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan upaya kolektif yang mencakup pendidikan karakter di sekolah-sekolah serta penegakan hukum yang tegas dan konsisten. Pemimpin dari berbagai tingkatan harus berperan sebagai teladan dengan menunjukkan integritas dalam setiap tindakan. Selain itu, kampanye untuk meningkatkan kesadaran publik mengenai bahaya korupsi dan penguatan sistem pengawasan yang memanfaatkan teknologi modern dapat menjadi langkah penting dalam mencegah praktik-praktik curang.

Korupsi tidak akan hilang dengan sendirinya tanpa adanya usaha bersama untuk merubah kebiasaan dan nilai-nilai yang telah mengakar dalam masyarakat. Dengan menanamkan prinsip kejujuran dan integritas sejak usia dini, Indonesia dapat bergerak menuju masa depan yang lebih bersih, adil, dan bermartabat. Penting untuk melibatkan semua elemen masyarakat, termasuk keluarga, sekolah, dan komunitas, dalam membangun budaya anti-korupsi. Melalui pendidikan yang tepat dan perbaikan perilaku dari pemimpin serta tokoh masyarakat, kita dapat menciptakan lingkungan di mana kejujuran dihargai dan kecurangan dianggap sebagai tindakan yang tidak dapat diterima. Ini bukan hanya tentang mengurangi korupsi, tetapi juga tentang membangun fondasi moral yang kuat untuk generasi mendatang.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun