Menurut Kuusbandrijo (2016), logika merupakan salah satu ilmu yang berperan besar dalam evolusi pemikiran manusia sejak zaman dahulu. Logika merupakan ilmu pengetahuan dimana objek material logika adalah proses berpikir, khususnya dalam penalaran, yang ditinjau dari segi ketepatannya. Sebagai cabang dari filsafat praktis, logika dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari (Melkisedek & dkk, 2024). Secara sederhana, logika adalah studi tentang cara berpikir yang benar dan valid. Logika melibatkan penggunaan prinsip-prinsip rasional untuk membangun argumen yang koheren dan memastikan kesimpulan yang dihasilkan sesuai dengan premis-premis yang diberikan. Logika membantu orang mengevaluasi kebenaran suatu pernyataan atau argumen karena logika membantu mereka mengevaluasi kebenaran suatu pernyataan atau argumen (Melkisedek & dkk, 2024).
Menurut Qamar (2018), logika memainkan peran penting dalam pemikiran manusia, bukan hanya dalam ranah akademis, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Sebuah pendapat dianggap benar jika dapat diterima secara logis, karena sesuai dengan nalar manusia. Sebaliknya, pendapat yang tidak sesuai dengan rasionalitas manusia disebut tidak logis (Melkisedek & dkk, 2024). Kemampuan berpikir logis dapat membantu kita dalam membuat pilihan terbaik saat dihadapkan pada masalah atau keputusan yang sulit. Misalnya, salah satu keterampilan logis yang paling penting dalam sebuah argumen adalah kemampuan untuk mengenali premis-premis, menilai kebenarannya, dan mendapatkan kesimpulan yang tepat. (Melkisedek & dkk, 2024).
Salah satu konsep penting dalam literatur logika berpikir adalah silogisme, yang sering diartikan sebagai hasil dari proses penalaran atau berpikir logis. Logika sebagai metode berpikir tidak muncul secara kebetulan, tetapi dipengaruhi oleh silogisme Aristoteles. Bahkan, ada pandangan bahwa pola pikir ini sudah ada dua abad sebelum Aristoteles, sehingga perannya hanya menggambarkan pola tersebut, bukan sebagai pencetus ide. Dengan kata lain, Aristoteles berusaha memahami hubungan sistematis antara sebab dan akibat melalui penelitiannya sendiri (Hu et al., 2006).
Selain itu, istilah "logisme" juga dikenal sebagai salah satu konsep penting dalam literatur logika berpikir. Logisme merujuk pada pola berpikir yang logis, di mana seseorang yang terbiasa berpikir secara logis akan melihat segala sesuatu dengan pendekatan yang rasional. Peran logika sangat krusial dalam perkembangan ilmu pengetahuan, karena logika mempengaruhi cara manusia memandang realitas dunia, atau yang disebut sebagai pandangan dunia (worldview). Pandangan dunia inilah yang kemudian membentuk peradaban manusia (Mustofa, 2017).
Falasi berasal dari kata Latin fallacia, fallacy, atau fallax, yang berarti menipu, serta fallare yang berarti untuk menipu. Dalam konteks dialog eristik, falasi merujuk pada argumen yang secara logika salah dan memiliki kelemahan dalam nilai argumentatifnya. Secara singkat, falasi adalah argumen yang tidak logis dan keliru. Salah satu contoh falasi argumen dapat ditemukan dalam kisah Fir'aun dan Nabi Musa as. Pada saat itu, Fir'aun mengajukan argumen yang tampak kuat untuk memengaruhi emosi Musa as., namun kata-kata emosional tersebut hanyalah taktik manipulatif untuk menyembunyikan dan memutarbalikkan informasi. Ini adalah contoh falasi logis dalam argumennya, karena tidak ada keadilan yang tersirat (Muharam, 2022).
Referensi:
Sobur, K. (2015). Logika dan Penalaran Dalam Prespektif Ilmu Pengetahuan. TAJDID.
 Hu, Z., Wang, X., & Xu, C. (2006). A method for identification of the expression mode and mapping of QTL underlying embryo-specific characters. Journal of Heredity, 97(5), 473--482.
Mustofa, I. (2017). Konsep Kebenaran Ibnu Sina. Kalimah, 15(1), 1
Muharam, A. (n.d.). Dialog Eristas dan Falasi Logis. Al-Tadabbur: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir, 173--190.
Melkisedek, & dkk. (2024). Tinjauan Mendalam Terhadap Peran Logika Dalam Pemikiran dan Penalaran Manusia. Sinar Kasih: Jurnal Pendidikan Agama dan Filsafat.