Pandemi Covid-19 ini pasti mengejutkan banyak pihak di dunia. Semuanya tampak kebingungan karena wabah ini. Ibaratnya seperti roda yang awalnya berputar tiba tiba terhenti karena ada sesuatu yang mengganjal. Di Indonesia, Covid-19 dikonfirmasi pada tanggal 2 Maret 2020.Â
Kondisi ini berdampak pada semua sektor, dari mulai ekonomi , pendidikan, pariwisata dan yang lainnya. Khususnya pada sektor pendidikan, tidak hanya pemerintah Indonesia, semua pemerintah di dunia memberhentikan aktivitas belajar mengajar dan memberlalukan pembelajaran jarak jauh untuk menghindari kontak langsung penyebaran virus ini.Â
Kebijakan ini memaksa pendidik untuk membiasakan diri dengan perubahan yang terjadi. Hal ini berdampak pada kondisi beberapa mahasiswa yang stress menghadapi situasi genting ini.Â
Berdasarkan penelitian  yang  dilakukan  oleh  Harahap  dkk  dalam jurnal Analisis  Tingkat Stres  Akademik  Pada  Mahasiswa  Selama  Pembelajaran  Jarak  Jauh  Dimasa Covid-19 menunjukkan analisis data, diperoleh hasil bahwa secara rata-rata  mahasiswa  mengalami  stres  dalam  kategori  sedang. Â
Penelitian   ini   menggunakan  pendekatan   kuantitatif   deskriptif, Dengan  Sampel   berjumlah   300  mahasiswa.   analisis  data   menggunakan    rumus    deskriptif.    Pengumpulan    data    dilakukan menggunakan  Skala  Likert  yang  telah  diuji  validitas  dan  reliabilitasnya (Harahap dkk, 2020)
Menurut Gunadha & Rahmayunita (2020) ; Utami et al., (2020) Â beberapa pemicu stress nya adalah sinyal kurang mendukung, beberapa siswa kekurangan kuota, saat belajar di rumah, mahasiswa merasa kurang terarah dalam belajar karena tidak adanya interaksi langsung dengan dosen , kurangnya persiapan dosen dalam meyajikan materi.
Serta tugas dalam jumlah banyak dan tenggat pengumpulan yang mepet (Kompas, 2020). Masalah psikologis yang dialami oleh mahasiswa dalam proses pembelajaran online adalah kecemasan. Agregat dari 79 mahasiswa teridentifikasi mengalami kecemasan ringan, 23 mahasiswa mengalami stres ringan dan 7 mengalami depresi ringan.Â
Oleh sebabnya, sangat penting untuk terus mengeksplorasi kontradiksi kesehatan mental mahasiswa saat pandemi ini, sehingga dampaknya dapat dihindari atau di minimalisir. Salah satunya dengan cara pendataan mahasiswa yang memiliki masalah kesehatan mental dalam kurun waktu berkala.
Ini juga menjadi pertimbangan pemerintah untuk memberlakukan sistem belajar hybrid secara bertahap. Hybrid learning adalah metode pembelajaran yang mengkombinasikan antara pembelajaran daring dengan pembelajaran tatap muka (PTM).Â
Situasi ini tentu saja bisa menciptakan suasana baru bagi pelajar khususnya mahasiswa. Berdasarkan analisis saya, pemerintah memperbolehkan pembelajaran tatap muka pada akhir periode 2021.
Ini berarti 'pembatasan' yang dilakukan pemerintah dilonggarkan, mahasiswa bisa lebih bebas mengeksplorasi lingkungan sekitar untuk mencari suasana belajar baru. Agar pembelajaran juga tidak terkesan monoton dan membosankan, mahasiswa pun bisa berpikir lebih fresh dan terbuka.Â