Belanja online merupakan fenomena yang semakin berkembang di era digital ini. Dengan kemajuan teknologi internet dan pesatnya perkembangan aplikasi mobile, pola belanja masyarakat mengalami perubahan signifikan. Kemudahan akses, kemudahan transaksi, dan beragam pilihan produk yang tersedia di platform belanja online menjadi daya tarik utama bagi konsumen. Dalam beberapa tahun terakhir, belanja online telah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat modern. Pandemi COVID-19 yang melanda dunia pada 2020 semakin mempercepat tren ini, di mana banyak orang beralih ke belanja online untuk memenuhi kebutuhan mereka akibat pembatasan aktivitas di luar rumah. Hal ini juga menjadi tantangan bagi pelaku produksi dan pemasaran untuk menjadi lebih kreatif dalam memasarkan produk mereka dalam menghadapi perkembangan media promosi yang semakin maju. Beberapa platform belanja online yang terkenal di Indonesia antara lain Shopee, Tokopedia, Lazada dan yang baru-baru ini muncul, Tiktok Shop. Setiap platform menawarkan pengalaman belanja yang berbeda dengan keunggulan masing-masing. Shopee, misalnya, terkenal dengan diskon besar-besaran dan kampanye 11.11 atau 12.12. Namun, platform yang baru seperti Tiktok Shopping menghadirkan pendekatan yang unik—memadukan hiburan dan e-commerce dalam satu aplikasi.
Tiktok Shop adalah fitur dalam aplikasi Tiktok yang memungkinkan pengguna untuk membeli produk langsung dari video ataupun live streaming di platform tersebut. Platform yang dirilis tahun 2021 ini, memungkinkan konten kreator dan pemilik bisnis mempromosikan produk mereka secara real-time, sehingga konsumen dapat langsung melakukan pembelian tanpa harus meninggalkan aplikasi. Fenomena ini menjadikan Tiktok bukan hanya sebagai platform hiburan, tetapi juga sebagai sarana pemasaran yang interaktif dan e-commerce yang efektif. Keberadaan Tiktok Shop membawa beberapa dampak positif dan negatif bagi dunia e-commerce dan ekonomi secara umum. Tiktok Shop memberi kesempatan bagi pelaku usaha kecil untuk memasarkan produk mereka secara langsung kepada konsumen dengan biaya rendah. Dalam artian, hal ini mendukung untuk peningkatan penjualan dan pemasaran mereka secara luas. Selain itu, konsumen juga mendapatkan kemudahan dan kenyamanan seperti gratis ongkos kirim, tidak memakan waktu keliling toko, dan barang langsung diantar ke rumah. Namun dibalik kemudahan yang ditawarkan, Tiktok Shop dapat mengurangi minat konsumen untuk berbelanja di toko-toko offline maupun pasar tradisional. Ini menimbulkan masalah terutama bagi pusat-pusat perbelanjaan tradisional seperti Pasar Tanah Abang. Banyak penjual di Tiktok Shop yang menawarkan produk dengan harga sangat murah—terkadang di bawah standar harga pasar yang menimbulkan persaingan tidak sehat bagi penjual di toko fisik.
Pasar Tanah Abang, yang merupakan salah satu pusat grosir terbesar di Indonesia, telah merasakan dampak dari semakin populernya platform belanja online tersebut. Berdasarkan laporan dari BBC Indonesia, banyak pedagang di Tanah Abang mengeluhkan penurunan jumlah pengunjung dan pembeli sejak adanya Tiktok Shop. “Dari pagi belum laris sampai sekarang jam 13.00”, ujar pedagang bernama Syamsul yang sudah berdagang sejak tahun 1997. Meski kebijakan PSBB sudah berakhir pada tahun 2023 kemarin, namun penjualan beberapa pedagang malah semakin menurun sampai 70%. “Langganan saya dari daerah enggak ada yang belanja, padahal saya sering kirim foto-foto baju model baru. Bahkan produk saya upgrade, tetap enggak menarik pelanggan,” hasil wawancara BBC Indonesia kepada Lingga, pedagang busana muslim yang sudah berdagang sembilan tahun di Tanah Abang. Beberapa kios juga terpaksa tutup karena tidak ada pemasukan bahkan sampai ada pemberhentian karyawan. Saat ini konsumen lebih memilih belanja melalui platform digital karena harga yang lebih murah dan kemudahan transaksi tanpa harus beranjak dari rumah. Hal inilah yang mengakibatkan penurunan pendapatan bagi para pedagang di Tanah Abang.
Menurut data dari BBC Indoneisa, dari rentang tahun 2019 hingga tahun 2023, jumlah kios yang aktif berkurang 1000 unit dan angka pengunjung turun hampir 5.000 orang. Banyak pedagang yang kesulitan bersaing dengan harga yang ditawarkan di platform digital tersebut, terutama bagi mereka yang masih menggunakan metode pemasaran tradisional—“Boleh kaka, bunda silahkan dilihat-lihat dulu aja..!!”. Pemasaran tradisional tersebut sudah tidak terdengar asing oleh orang-orang yang berlalu lalang melewati kios di Tanah Abang. Berdasarkan data dari Bank Indonesia terkait nilai transaksi e-commerce di Indonesia, telah terjadi penaikan disetiap tahunnya. Pada tahun 2018 angkanya mencapai Rp105,6 triliun dan melonjak dua kali lipat di tahun 2020 menjadi Rp266,3 triliun. Di tahun 2021, total transaksinya makin bergerak ke angka Rp401 triliun dan diproyeksikan sampai Rp689 triliun pada 2024. Harga yang lebih murah dan kenyamanan yang didapat dari hasil pembelian produk toko secara online menjadi faktor alasan orang-orang beralih ke e-commerce.
Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah untuk merespons dampak negatif dari Tiktok Shop terhadap bisnis konvensional seperti di Pasar Tanah Abang. Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan mengatakan pemerintah mengambil langkah keputusan terkait social commerce dengan melarang adanya kegiatan transaksi jual beli dan hanya sebatas kegiatan promosi barang dan jasa saja. Larangan ini diputuskan dalam rapat terbatas di Kantor Kepresidenan, Senin (25/09). Selain karena merugikan penjual offline, fitur pada platform Tiktok ini juga dinilai menyalahgunakan suatu izin aplikasi yang seharusnya tidak diperuntukkan untuk berbelanja sehingga fitur ini sempat ditutup pengoprasiannya.
Untuk mengatasi penurunan minat konsumen yang berbelanja di Tanah Abang akibat maraknya platform online seperti Tiktok Shop, diperlukan beberapa langkah baik dari pelaku usaha maupun pemerintah sebagai pengambil kebijakan. Pedagang di Tanah Abang perlu diarahkan untuk mulai memanfaatkan teknologi digital dengan bergabung atau bermitra di platform e-commerce. Para pedagang bisa melakukan transaksi berjualan secara online sekaligus sebagai media promosi menggunakan live streaming. Dengan cara ini, mereka tetap dapat menjual produknya secara offline dan menjangkau konsumen yang lebih luas secara online, sedangkan pemerintah dapat membuat undang-undangan terkait penambahan pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) kepada platform online baru selain Shopee, Tokopedia dan Lazada. Hal ini dipertegas oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP), bahwa PPN sebesar 11% berlaku bagi barang kena pajak yang dijual di e-commerce sehingga diharapkan aturan ini akan menciptakan keadilan dan kompetisi perdagangan yang sehat di antara pelaku UMKM baik penjual di e-commerce maupun secara offline.
Tiktok Shop membawa perubahan besar dalam pola konsumsi masyarakat, namun juga memberikan tantangan bagi bisnis konvensional seperti Pasar Tanah Abang. Hal ini mengingatkan saya bahwa perubahan tidak dapat kita hindarkan. Saya berharap pelaku usaha bisa beradaptasi dengan teknologi digital, terus belajar dan membuka mata terhadap peluang digital yang ada—agar tetap bisa mempertahankan eksistensi bisnis di era yang serba cepat ini.
Sumber:
Ivana, N. M., Fitria, R. R. P. L., Wijaya, R. T., & Jayanti, R. (2023). Representasi Konsumen dan Penjual dengan Ditutupnya Ecommerce TikTok shop. Jubah Raja: Jurnal Bahasa, Sastra, Dan Pengajaran, 2(2), 125-132.
Pasaribu, Q. (2023). Babak Belur Pasar Tanah Abang dihajar Pasar Digital – ‘Sebulan tidak ada pemasukan satu rupiah pun’. BBC.com. Diakses 12 September 2024 dari https://www.bbc.com/indonesia/articles/cj5v8z63n21o
Amelia, N. (2024). Kekerasan Ekonomi Pada Umkm Garmen Pasar Tanah Abang (Studi Kasus: Predatory Pricing (Pemangsa Harga) Melalui Tiktok Shop) (Doctoral dissertation, Universitas Nasional).