Boikot terhadap produk Unilever sebagai tanggapan atas dugaan keterlibatan perusahaan dalam mendukung entitas yang terkait dengan genosida di Palestina telah menjadi isu global yang menarik perhatian luas. Gerakan ini dipicu oleh kesadaran konsumen terhadap tanggung jawab sosial perusahaan dan keinginan untuk mendukung perjuangan kemanusiaan. Kami mahasiswa Universitas Sumatera Utara, yang terdiri dari Sarah Miranda Purba (NIM: 220503130), Dita Amanda (NIM: 220503135), dan Azzahra Arahman Putri (NIM: 220503148), adalah mahasiswa Program Studi Akuntansi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis, akan membahas dampak boikot produk Unilever pada swalayan.
Konflik Israel terhadap kependudukannya di wilayah Palestina merupakan salah satu fenomena terjadinya Gerakan BDS atau yang biasa dikenal dengan nama gerakan boikot, divestasi, dan sanksi. Gerakan ini dilakukan dengan harapan agar Israel merasa tertekan pada bidang ekonomi serta politiknya, sehingga berhenti melakukan penyerangan kepada Palestina (Pujiastuti, 2023). Gerakan BDS dimulai sejak 10 oktober 2023, hal ini dikarenakan pada tanggal 8 oktober 2023, Israel telah melakukan penyerangan kepada Palestina tanpa memandang ras, warga sipil, perempuan, bahkan anak-anak, aksi tersebut disebut dengan aksi genosida (Nurasiah et al., 2023). Boikot terhadap produk Unilever akibat dugaan keterlibatan perusahaan dalam mendukung kebijakan yang berkaitan dengan genosida di Palestina menyebabkan dampak signifikan pada sektor ritel dan swalayan. Konsumen yang menuntut tanggung jawab sosial perusahaan mempengaruhi penjualan dan pilihan produk yang tersedia di pasar. Fenomena ini mengguncang jaringan distribusi produk Unilever, mempengaruhi stok barang di swalayan, serta memicu perubahan dalam pola belanja konsumen yang lebih memilih produk dari perusahaan yang dianggap lebih etis.
Sebagai salah satu perusahaan multinasional yang memiliki beberapa merek dagang yang dikaitkan dengan Israel, Unilever menjadi sasaran utama kampanye boikot. Sentimen negatif masyarakat terhadap tindakan Israel di Palestina mendorong konsumen untuk menghindari produk-produk Unilever sebagai bentuk protes terhadap kebijakan Israel dan dugaan dukungan yang diberikan oleh Unilever. Akibat dari aksi boikot tersebut terjadi penurunan permintaan yang cukup drastis, terutama pada produk-produk tertentu yang dianggap memiliki keterkaitan yang lebih kuat dengan Israel. Akibatnya, Unilever mengalami penurunan penjualan yang cukup signifikan. Berdasarkan laporan keuangan yang disampaikan oleh perusahaan melalui keterbukaan informasi, Unilever Indonesia (UNVR) mencatatkan penurunan laba bersih sebesar 28,15 persen pada kuartal III-2024 dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Laba mengalami penyusutan dari Rp4,18 triliun menjadi Rp3 triliun. Penjualan bersih mengalami penurunan sebesar 10,12 persen, dari Rp30,5 triliun menjadi Rp27,4 triliun. Selain itu, EBITDA juga tercatat mengalami koreksi sebesar 25,70 persen, mencapai Rp4,58 triliun hingga akhir September.
Penurunan penjualan yang dialami oleh Unilever ternyata memiliki dampak yang signifikan, terutama bagi swalayan-swalayan kecil. Dalam sebuah wawancara dengan seorang karyawan di salah satu swalayan, ia menjelaskan bahwa sejak munculnya aksi boikot terhadap produk Unilever, penjualan barang-barang dari perusahaan tersebut mengalami penurunan yang cukup drastis jika dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya. Karyawan tersebut menunjukkan bahwa penurunan ini sangat terasa pada produk-produk seperti deterjen dan sabun, di mana penjualannya yang sebelumnya bisa mencapai ratusan karton kini tidak lagi memenuhi standar yang diharapkan. Banyak konsumen yang memilih untuk beralih ke merek lain, salah satunya adalah produk Wings, yang terlihat mengalami peningkatan penjualan di swalayan tersebut. Melihat tren ini, pihak swalayan pun merasa perlu mengambil langkah strategis untuk menghadapi situasi yang tidak menguntungkan ini. Mereka mulai menawarkan solusi alternatif, seperti memberikan diskon pada beberapa produk Unilever, dengan harapan langkah ini dapat menarik kembali minat konsumen untuk membeli produk-produk tersebut. Dengan cara ini, swalayan berharap dapat mengimbangi penurunan penjualan dan tetap mempertahankan hubungan baik dengan pelanggan.
Boikot terhadap produk Unilever terkait dugaan keterlibatan dalam isu genosida Palestina telah menciptakan dampak signifikan, terutama pada sektor ritel dan swalayan. Gerakan ini tidak hanya menunjukkan peningkatan kesadaran konsumen terhadap tanggung jawab sosial perusahaan, tetapi juga memengaruhi pola belanja masyarakat yang semakin selektif dalam mendukung merek-merek dengan nilai kemanusiaan yang jelas. Data menunjukkan adanya penurunan penjualan produk Unilever di beberapa wilayah, diikuti oleh perubahan strategi swalayan dalam mengelola stok produk untuk merespons preferensi konsumen. Fenomena ini menegaskan bahwa reputasi dan tanggung jawab sosial perusahaan memiliki peran penting dalam menentukan keberlanjutan bisnis di era modern.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H