Tanggal 10 Oktober dinobatkan sebagai peringatan hari kesehatan mental sedunia oleh World Federation of Mental Health (WFMH). Kesehatan mental berkaitan dengan jiwa manusia. Apabila mulai terganggu maka manusia tidak berada pada keadaan yang normal, tidak tenang dan nyaman untuk melakukan aktivitasnya sehari-hari.Â
Maka dari itu perayaan ini membuat kepedulian terhadap kesehatan mental lebih diperhatikan kembali agar manusia dapat mengatur segala emosi, menanggung beban pikiran, dan dapat membuat keputusan yang bijak.
Berbicara tentang kesehatan mental, setidaknya perlu melakukan perhatian sejak dini yakni pada anak-anak, karena dapat mempengaruhi tingkah laku di masa depannya.Â
Terkhusus di lingkungan keluarga, dimana kepribadian anak pertama kali dibentuk. Orang tua terkadang tidak menyadari bahwa mereka telah merusak kesehatan mental anaknya sendiri.
Berikut pengaruh tindakan orang tua sehingga anak merasakan kesehatan mentalnya mulai terganggu:
1. Menegur dengan keras saat anak melakukan kesalahan
Dapat kita lihat beberapa tindakan seperti memukul anak merupakan reaksi orang tua ketika anaknya melakukan kesalahan. Hal tersebut sebenarnya tidak perlu dilakukan, karena masih banyak cara atau tindakan yang lebih tepat untuk mengatasi masalah tersebut.Â
Cobalah untuk mendengar alasan anak terlebih dahulu, lalu nasihatilah secara perlahan. Usahakan beri pengertian padanya bahwa perbuatan tersebut salah dan ia tak akan mengulanginya kembali. Jika hal ini dilakukan oleh orang tua, maka anak tidak pernah merasa tertekan dan mencoba untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama.
2. Selalu melarang keinginan anaknya
Tindakan orang tua yang sering melarang terhadap apa yang diinginkan anaknya juga berpengaruh pada mental si anak. Apapun yang diinginkan anak memang tidak semuanya harus dituruti, tetapi ada hal-hal tertentu yang orang tua harus memahaminya.Â
Misalnya, ketika anak ingin meminta izin untuk menginap di rumah temannya. Sebagai orang tua, sebaiknya jangan melarangnya tetapi tanyakan padanya terlebih dahulu kemudian berikan batasan, sehingga tidak ada lagi rasa khawatir yang berlebihan dan anak juga tidak merasa dikekang oleh orang tuanya sendiri.
3. Â Tidak menjadi pendengar yang baik
Ada anak yang cenderung tertutup dan tidak mau melakukan interaksi pada siapapun dengan orang-orang yang berada di sekitarnya. Penyebabnya adalah ketika anak ingin menceritakan keluh kesahnya ataupun sekedar memberikan informasi tentang aktivitasnya sehari-hari, ternyata tidak direspon dengan baik oleh orang tuanya ditambah ketidakpercayaan yang membuat timbulnya prasangka buruk terhadap anaknya sendiri, serta adanya perkataan yang tidak mengenakan. Orang tua sendirilah yang telah mendiskriminasikan anak ketika bercerita, orang tua malah tidak berperan sebagai pendengar yang baik bagi anaknya.
4. Terlalu posesif dan overprotektif
Banyak anak merasa tertekan karena terdoktrin oleh didikan orang tua yang menyuruh anaknya untuk menjaga nama baik keluarga. Misalnya ketika anak perempuan yang hendak pergi keluar bersama teman-temannya saat malam hari. Tetapi orang tuanya melarang supaya anak tidak terpengaruh sesuatu yang negatif. Hal ini boleh dilakukan tetapi tidak dengan sifat posesif dan overprotektif. Karena anak punya hak untuk melakukan apa yang ia sukai selagi itu positif. Jika orang tua tetap overprotektif, maka anak akan menentang dan bahkan melanggar norma yang ada.
5. Tidak pernah melakukan apresiasi pada anak
Sering kali orang tua yang tidak menghargai pencapaian yang telah didapatkan anaknya. Padahal anak telah melakukan berbagai usaha sehingga ia dapat berada pada pencapaiannya tersebut. Apresiasi orang tua penting karena itu membuat anak terdorong dan termotivasi untuk mendapatkan capaian yang lebih baik dari sebelumnya.