Pendidikan Berkualitas
PENDAPAT "KONTRA" Â ZONASI PADA PPDB YANG DIDUKUNG DENGAN KESENJANGAN SISTEM PENDIDIKAN DAN INFRASTUKRUR DI TINGKAT DAERAH
Pada Penerimaan Peserta Didik Baru atau disebut (PPDB) berargumen bahwa sistem zonasi ini dapat menghambat mobilitas pendidikan dan merugikan siswa yang memiliki potensi untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik di luar wilayah zonasi mereka. Selain itu, kesenjangan pendidikan dan infrastruktur di tingkat daerah bisa lebih baik diatasi dengan adanya peningkatan kualitas sekolah dan alokasi sumber daya yang merata daripada mengandalkan sistem zonasi.
Dengan didukung adanya kesenjangan sistem pendidikan dan infrastruktur di tingkat daerah berpendapat bahwa sistem zonasi dapat membatasi pilihan pendidikan bagi siswa dan orang tua. Mereka juga berpendapat bahwa fokusnya diberikan pada perbaikan sistem pendidikan secara keseluruhan, seperti adanya peningkatan fasilitas, kurikulum, dan juga kualitas pengajaran. Menurut pendapat saya, dengan adanya sistem zonasi tersebut dapat mengurangi kebebasan terhadap orang tua dan siswa dalam memilih sekolah yang bagi mereka anggap paling serius dan benar dengan kebutuhan dan preferensi mereka.
Hal ini dapat menjadi ketidakadilan untuk para peserta didik baru dalam pendidikan karena apa yang mereka inginkan tidak dapat tercapai sesuai dengan siswa dan orang tua impikan. Karena akses terhadap layanan pendidikan belum merata sehingga masyarakat belum dapat mengakses pendidikan dengan benar, baik dan mudah. Beberapa masyarakat berpendapat bahwa sistem zonasi dapat mengakibatkan beberapa masalah, salah satunya yaitu risiko mengabaikan perbedaan kualitas sekolah di dalam satu wilayah.
Dilansir melalui artikel kominfo
Selama ini, menurut Mendikbud, terjadi adanya ketimpangan antara sekolah yang dipersepsikan sebagai sekolah unggul atau favorit, dengan sekolah yang dipersepsikan tidak favorit. Terdapat sekolah yang diisi oleh peserta didik yang prestasi belajarnya tergolong baik/tinggi, dan umumnya berlatar belakang keluarga dengan status ekonomi dan sosial yang baik. Sementara, terdapat juga di titik ekstrim lainnya, sekolah yang memiliki peserta didik dengan tingkat prestasi belajar yang tergolong kurang baik/rendah, dan umumnya dari keluarga tidak mampu. Selain itu, terdapat pula fenomena peserta didik yang tidak bisa menikmati pendidikan di dekat rumahnya karena faktor capaian akademik. Hal tersebut dinilai Mendikbud tidak benar dan dirasa tidak tepat mengingat prinsip keadilan.
Untuk itu, penerapan kebijakan zonasi memerlukan dukungan semua pihak demi tujuan besar jangka panjang. Terwujudnya ekosistem pendidikan yang baik menjadi tujuan jangka panjang yang ingin dicapai melalui kebijakan zonasi. Peranan sekolah, masyarakat, dan keluarga, dipandang sama penting dan menentukan keberhasilan pendidikan anak.
Kebijakan zonasi pada penerimaan peserta didik baru diatur di dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 14 Tahun 2018 yang menggantikan Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017 tentang PPDB. Di dalam pasal 16 disebutkan bahwa sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah wajib menerima calon peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat dari Sekolah paling sedikit sebesar 90 persen dari total jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima. Adapun radius zona terdekat ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kondisi berdasarkan ketersediaan anak usia Sekolah di daerah tersebut; dan jumlah ketersediaan daya tampung dalam rombongan belajar pada masing-masing sekolah. Pada pasal 19, Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018 mengamanatkan sekolah yang dikelola pemerintah daerah untuk mengalokasikan tempat (kuota) dan membebaskan biaya untuk peserta didik dari kalangan keluarga tidak mampu, sebesar minimal 20 persen kepada peserta didik dari jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 66 Tahun 2010 pasal 53 tentang Penyelenggaraan Pendidikan yang merupakan turunan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas. Diharapkan, hal ini dapat mengurangi jumlah anak putus sekolah atau anak tidak sekolah (ATS) di masyarakat. Sejalan dengan kebijakan zonasi, pemerintah juga terus menjamin hak layanan dasar masyarakat tidak mampu melalui Program Indonesia Pintar (PIP) yang meringankan biaya personal pendidikan.
Sumber Referensi :