Kasus penistaan agama yang melibatkan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta pada tahun 2016 merupakan peristiwa yang kontroversial dan memicu perdebatan di masyarakat. Kasus ini juga menjadi bahan propaganda politik yang mempengaruhi opini publik dan hasil Pilkada DKI Jakarta pada tahun 2017.Â
Menurut pengamat Nahdlatul Ulama, kasus penistaan agama di Indonesia memiliki pola yang sama selama lebih dari 40 tahun terakhir. Kasus-kasus penodaan agama sering kali diawali dengan demonstrasi massa dan penegak hukum menggunakan alasan keresahan masyarakat akibat aksi massa ini . Dalam kasus Ahok, demonstrasi massa yang menentang Ahok terkait pernyataannya tentang Surat Al Maidah 51 menjadi pemicu kasus penistaan agamaÂ
Propaganda politik dalam kasus ini terutama dilakukan dengan memanfaatkan isu agama dan identitas Ahok. Ahok adalah seorang gubernur keturunan Tionghoa dan beragama Kristen, yang menjadi minoritas di Indonesia. Lawan politik Ahok memanfaatkan isu agama dan identitas ini untuk mempengaruhi opini publik dan meraih dukungan politik.Â
Propaganda politik dalam kasus ini juga terkait dengan politisasi identitas. Ahok dianggap sebagai simbol dari minoritas yang harus ditundukkan, dan kasus penistaan agama digunakan sebagai alat untuk menyerang dan menurunkan popularitasnya. Propaganda politik ini mempengaruhi hasil Pilkada DKI Jakarta pada tahun 2017, di mana Ahok kalah dan posisinya sebagai gubernur digantikan oleh Anies Baswedan.Â
Kasus penistaan agama Ahok juga mendapat perhatian internasional. Beberapa media asing mengkritik penggunaan pasal penistaan agama dalam vonis Ahok dan melihatnya sebagai ujian bagi toleransi di Indonesia . Amnesty International dan Human Rights Watch juga mengkritik penggunaan pasal penistaan agama dalam kasus ini.Â
Dalam konteks politik, kasus penistaan agama Ahok menjadi pelajaran penting bagi Indonesia dan dunia. Kasus ini menunjukkan bagaimana isu agama dapat dimanfaatkan dalam propaganda politik dan bagaimana politisasi identitas dapat mempengaruhi hasil pemilihan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H