Mohon tunggu...
Azrina Perwitasari
Azrina Perwitasari Mohon Tunggu... -

unexpectedly indescribable. Read at your own risk ;)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Perlukah Partai Politik Masuk Kampus?

4 Desember 2010   13:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:01 797
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik


 

 

Seperti yang kita tahu selama ini, sosialisasi politik atas nama partai tidak pernah diizinkan untuk masuk ke lingkungan kampus. Alasannya, agar mahasiswa – sebagai salah satu perantara antara masyarakat umum dengan pemerintah -- netral dan tidak terpengaruh. Aturan ini agak ironis, mengingat salah satu fungsi partai adalah sebagai pihak yang mensosialisasikan politik ke dalam berbagai lapisan masyarakat.

Aturan tersebut tentu saja dapat dimaklumi, mengingat mahasiswa adalah kekuatan massa terbesar. Dan bukan hanya sekedar kekuatan massa, tetapi mahasiswa adalah kekuatan massa yang terdidik. Dapat dibayangkan bagaimana mengerikannya nanti kalau kekuatan massa yang terdidik ini disetir oleh suatu golongan partai politik yang memiliki kepentingan tersendiri.

Namun harus dipahami juga, saat ini kehidupan politik Indonesia sangat membutuhkan angin segar. Masyarakat sudah terlalu jenuh melihat berbagai tayangan maupun liputan di media massa yang menekankan kesan bahwa partai politik di Indonesia tidak lagi menjalankan fungsinya sebagai representatif dari aspirasi masyarakat – tetapi malah membela kepentingannya sendiri di kancah pemerintahan.

Buruknya citra politik di mata publik, khususnya bagi mahasiswa yang kritis, adalah akibat dari minimnya sosialisasi politik di masyarakat. Partai politik tidak diizinkan untuk masuk dan mengubah citra itu sementara kebutuhan akan perubahan citra politik demi masuknya kader baru yang lebih muda dan segar terus bertambah.

Ambil contoh, Australia. Dalam program ‘0 week’ (atau biasa dikenal dengan istilah ‘minggu orientasi’ di Indonesia), berbagai organisasi sosial termasuk partai politik diizinkan masuk dan berkampanye semenarik mungkin untuk menjaring anggota muda masuk ke dalam organisasi/partai mereka. Cara ini memberikan keuntungan baik bagi masyarakat secara umum (khususnya mahasiswa) dan partai politik itu sendiri: mahasiswa dapat melihat dan menilai sendiri apakah partai politik tersebut dapat mewakili aspirasi masyarakat secara umum, dan partai politik dapat memperbagus ‘wajah’nya di depan anak-anak muda yang nantinya akan memutuskan apakah partai politik tersebut dapat menampung aspirasinya ketika lulus kuliah nanti.

Namun tentu saja, hal itu tidak dapat dilakukan di Indonesia karena partai-partai politik yang ada sekarang ini belum mengalami kematangan dan pendewasaan dalam partai mereka sendiri. Menurut saya, jalan tengah yang dapat diambil dalam menghadapi situasi dilematis ini adalah para mahasiswa membuat suatu suasana yang kondusif dimana partai-partai politik tersebut dikumpulkan menjadi satu, lalu adakan debat politik mengenai satu isu politik tertentu yang sedang hangat di kalangan masyarakat. Hal ini sering diorganisir oleh berbagai media massa, namun frekuensinya belum mencukupi dan seringkali partai yang disorot hanya partai-partai ternama; sedangkan partai kecil – sejauh ini – belum mendapat kesempatan untuk unjuk gigi dalam acara-acara debat politik tersebut. Tingkatkan frekuensi acara-acara diskusi atau debat politik agar masyarakat luas dapat memahami dan mengetahui bagaimana partai politik pilihan mereka menyikapi suatu isu dan masyarakat dapat menilai sendiri apakah partai politik tersebut cukup mewakili suara mereka di pemerintahan. Hal ini juga dapat menguntungkan bagi partai politik yang berpartisipasi karena mereka mendapat kesempatan untuk secara tidak langsung menjaring pendukung dengan cara-cara yang lebih bermartabat daripada hanya sekedar bagi-bagi merchandise atau melakukan orasi yang belum tentu juga didengarkan oleh khalayak yang datang.

Sosialisasi politik di era baru ini memang gampang-gampang susah, apalagi jika mahasiswa termasuk di dalam golongan yang harus diberi sosialisasi politik. Tantangan terbesar bagi partai-partai politik di masa kini adalah: bagaimana cara mereka menunjukkan kualitas mereka dengan otak, bukan dengan kekuatan teknis semata?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun