Dahulu sebelum ada kota,berita disampaikan lewat kentongan.Dengan kesepakatan bersama,setiap nada dan jumlah ketukan menyampaikan berita yang berbeda,misalnya satu ketukan artinya panggilan sidang di balai desa,dua ketukan ada serangan babi hutan,tiga ketukan agak panjang artinya kebakaran.
Jaman berubah dan kampung-kampung yang beruntung seperti Jakarta dan Medan berubah jadi Kota,penyampaian berita mulai berubah dari sekedar bunyi dan nada kentongan menjadi suara,baik di radio maupun telivisi  (dibawakan penyiar bersuara serak yang akhir-akhir ini karena permintaan pasar harus bersuara centil untuk perempuan dan kebanci-bancian bagi yang lelaki) ditambah sekumpulan huruf dan tulisan lewat koran dan majalah. Bila dahulu berita itu terjamin kebenarannya karena kesepakatan bersama dan bebas kepentingan pribadi dan kelompok,sekarang berita mulai "punya harga".
Jaman makin menggila,berita bukan cuma "punya harga" tapi harga bisa membuat berita.
Masyarakat Indonesia mayoritas baru melek huruf,belum melek baca apalagi berpikir,setiap berita yang di baca dianggap benar. Jangan paksa orang indonesia berpikir,susunan dan struktur otak orang indonesia sepertinya di desain oleh Tuhan hanya untuk membaca dan merasakan,bukan untuk berpikir. Apalagi jaman sekarang,Berita harga bawang naik di koran "A" tapi harga bawang turun di koran "B" bagi orang Indonesia adalah biasa. Tidak akan yang berusaha mencari tahu kebenaran apalagi sampai repot ke pasar.
Stuasi dan kondisi makin runyam sejak era media sosial mewabah sekarang ini. Portal-portal berita sesat dan tidak jelas bermunculan bagaikan cendawan di awal musim hujan.
Media-media sesat ini dengan membabi buta dalam mendukung atau menghujat kelompok tertentu. Sekarang berita bukan menyajikan informasi apalagi kebenaran,tapi menyajikan apa yang sudah di bayar.
Bila kondisi sudah begini,sepertinya berita lewat kentongan jauh lebih mudah dipahami dan dipertanggung jawabkan kebenarannya.Kalaupun salah ketuk atau terlalu panjang ketukannya,tidak ada niat si pemukul kentongan apalagi karena bayaran,paling hanya terlalu asyik memukul atau tangannya lagi panuanÂ
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H