Wacana pembllokiran gim PUBG yang dikaitkan dengan kasus terorisme rasial di Selandia Baru menjadi perhatian netizen budiman beberapa waktu terakhir. Pasalnya, MUI melihat gim PUBG yang diduga mengandung unsur kekerasan itu menjadi salah satu faktor dominan dari kejahatan kemanusiaan. Memang segala hal yang berhubungan dengan sesuatu itu dapat menjadi faktor yang mempengaruhi suatu peristiwa hal, tetapi perlu dilihat porsinya.
Gim (kalo pun ada) hanya memberi pengaruh yang secuil jika dibandingkan dengan hal-hal lainnya, seperti ceramah intoleran, fanatisme agama, televisi dan media lainnya yang terus-menerus mengkonstruksi ujaran kebencian dan penyebaran hoax yang bertebaran, juga diikuti sentimen pribumi-asing. Sebijaknya jika MUI lebih memfokuskan pada pengawasan aktifitas keagamaan yang terlibat mengajarkan kebencian pada umat lain, justifikasi KAFIR/sesat/bid'ah, politisasi agama, ormas tukang razia buku dan penyebaran hate speech di media internet yang sedang marak-maraknya. jika tidak disikapi dengan sigap, ini akan mengarah pada kekerasan.
Sebagai seseorang yang merasa terasingkan saat berada ditengah kelompok yang bermain PUBG, saya justru mendukung upaya sebagian gamer memperjuangkan hak bermainnya, ya meskipun reaksi gamer tak sebesar reaksi tiktokers dan bowo squad saat tiktok diblokir, Apalagi kalau hanya PUBG (jika terjadi) diblokir, maka akan mendiskreditkan game-game yang lain yang bergenre serupa, seperti free fire, ML, PB, Dota, game legendaris counter strike dan kawan-kawannya.
Harusnya terjadi pemblokiran massal pada semua gim serupa, untuk menghilangkan kecurigaan lebih dari pengguna PUBG yang akan merasa terdzholimi, bahkan jika diperlukan dibentuk kembali kementerian penerangan seperti di masa orde baru.
ALL GAMERS IN FLOWER COUNTRY, UNITE
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H