Mohon tunggu...
Azwar Sutan Malaka
Azwar Sutan Malaka Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Kompasianer

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

[Resensi] Monumen Gempa 30 September 2009

13 November 2017   09:42 Diperbarui: 13 November 2017   10:54 1264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sementara itu di kantornya tidak ada informasi yang jelas tentang kepergian Alam. Yang ada adalah kabar-kabar angin yang dibisikkan banyak orang, termasuk Narisha dan teman-temannya. Menurut teman-teman Narisha, Alam pulang kampung karena seorang perempuan. Narisha cemburu. Ia tidak bisa memahami dirinya.

Narisha memutuskan untuk menyusul Alam ke Bukittinggi, padahal dia sama sekali tidak tahu daerah itu. Apalagi Alam sudah tidak bisa dihubungi. Dengan bekal fotocopy KTP Alam, Narisha menelusuri Ranah Minang.

Sesampai di Bukit tinggi, Narisha harus dihadapkan pada persoalan rumit. Ternyata Alam memang harus merawat Ibunya yang sedang sakit. Akan tetapi ada perempuan lain di sisi Alam. Alia, mantan kekasih Alam yang sekarang sudah menjadi janda. Alia lah yang merawat Ibu Alam selama ini. Oleh karena itu, Ibu Alam ingin menjodohkan Alam dengan Alia.

Demi Ibunya, Alam berniat menikahi Alia. Namun Alia tahu bahwa Alam lebih pantas untuk Narisha. Namun Alam memang keras kepala. Ia melamar Alia dan menolak Narisha. Disinilah pilihan rumit itu, singkat cerita Alia memberi syarat pada Alam jika ingin menikahinya. Syaratnya adalah Alam harus menikahi Narisha terlebih dahulu. Alam menerima pilihan itu, dia menyusul Narisha ke Padang. Namun terlambat, akhir September itu, Narisha menjadi salah satu korban Gempa 30 September 2009.

Novel ini menjadi monumen banyak peristiwa di Ranah Minang yang menjadi latar cerita. Selain Gempa 30 September 2009 yang meluluhlantakkan beberapa daerah di Sumatera Barat itu, novel ini juga mengabadikan peristiwa-peristiwa budaya di Ranah Minang. Inilah yang saya sebut "monumen" itu. Fiksi menjadi monumen banyak hal, termasuk monumen bagi realitas yang pernah terjadi. (asm)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun