Mohon tunggu...
Azwar Abidin
Azwar Abidin Mohon Tunggu... Dosen - A humble, yet open-minded wordsmith.

Faculty Member at FTIK, State Islamic Institute of Kendari. Likes Reading, Drinks Coffee.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kekaguman dan Kebutuhan untuk Dikagumi, Memahami Konsep dan Batasan Diri

3 November 2019   21:23 Diperbarui: 4 November 2019   11:27 653
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Subjek adalah pusat dari lingkungannya | Art by John DC

Masalahnya terletak pada kemampuan remaja itu yang hanya sebatas mengadopsi dan mengadaptasi tanpa bekal diri untuk memenuhi kemampuan itu dengan dukungan morel serta materiel.

Kekaguman itu, sesuai yang Robert Clewis simpulkan, memicu rangkaian peristiwa yang menjanjikan kepuasan batin. Remaja tadi akhirnya mengembangkan imajinasi tentang tubuh ideal serupa dengan Idols-nya.

Dengan penampilan dan perilaku yang dibuat semirip mungkin, ia kemudian menganggap dirinya bagian dari komunitas Idols tersebut. Tak jarang, mereka membuat komunitas fans garis keras yang siap membela Idols-nya segenap jiwa dan raga.

Konsep diri remaja tersebut semakin hari semakin pudar karena fokus konsep bangunan "dirinya" melebur ke konsep "diri Idols" yang dikaguminya. Ia tidak lagi peduli bahkan menafikan konsep "dirinya" yang dianggapnya tidak layak. 

Menjadi anak kampung yang menganggap sekolah dan muatan kurikulumnya tidak lagi relevan dengan orangtua yang mengecewakan karena tidak mampu memenuhi keinginannya ingin ia buang jauh-jauh dari pikirannya. Baginya, realitas kesehariannya itu sangat membosankan dan jauh dari ekspektasi yang ia bangun.

Rasa Kagum, Kepuasan Batin, dan Imajinasi Diri Subjek
Jika remaja tadi diakui oleh sekitarnya sebagai pribadi yang sesuai dengan karakter Idols-nya, maka ia akan merasa senang dan puas luar biasa. Jika ia kembali diingatkan pada diri yang sebanarnya maka ia akan kecewa atau bahkan marah. 

Kekaguman memang memicu kepuasaan batin. Biasanya ditujulan ke hal-hal yang di luar batas kemampuan kreasi subjek pengagum seperti keajaiban dunia (Piramida, Menara Eifel, hingga Candi Borobudur) atau alam semesta (Gunung, Palung, Angkasa, hingga Galaksi).

Kekaguman ini bisa dengan jelas ditampakkan oleh ekspresi tubuh kita. Merinding, mulut menganga, mata yang membelalak, hingga  kesan seakan waktu berjalan lambat. 

Namun ada hal yang berperan penting dalam hal ini yaitu nalar. Kekaguman muncul ketika daya nalar manusia berhadapan langsung dengan kekuatan alam. Bagi Immanuel Kant, jika hal tersebut terjadi maka rasa kagum bisa dilingkupi oleh rasa takjub.

Terinspirasi oleh pemikiran kaum Stoik, Kant percaya bahwa semegah apapun yang alam atau daya kreasi manusia tampilkan, hal itu tidak mengalahkan daya nalar manusia. Mengapa demikian? Karena hanya daya nalar itu yang mampu mengenali dan mengakui kemegahan yang sedang dihadapinya. 

Dalam kasus Idols tadi, semegah apapun kultur yang ditawarkannya tanpa ada remaja yang mengaguminya, maka Idols itu tidak bakal mendapat panggung pertunjukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun