Mohon tunggu...
Azwar Abidin
Azwar Abidin Mohon Tunggu... Dosen - A humble, yet open-minded wordsmith.

Faculty Member at FTIK, State Islamic Institute of Kendari. Likes Reading, Drinks Coffee.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Asumsi Metafisis dalam Diskursus Positivisme Logis

4 September 2019   21:48 Diperbarui: 5 September 2019   12:07 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masalahnya adalah, konsep-konsep itu masih banyak yang belum dikonfirmasi oleh bukti empiris yang dirujuknya. Bagi Lee Smolin, konsep ilmiah mesti menghadirkan sebuah spekulasi yang belum pernah dibuat sebelumnya untuk selanjutnya siap dibuktikan oleh percobaan empirik yang belum pernah dilakukan.

Percobaan itu pun mesti membuka jalan bagi kemungkinan konsep yang diajukannya untuk ditolak atau dapat difalsifikasi. Kemungkinan itu dibutuhkan agar bahasan di ranah itu dapat dikembangkan lebih lanjut.

Untuk itu, selain falsifikasi, sebuah konsep juga butuh konfirmasi. Konfirmasi itu diperoleh dari spekulasi baru yang muncul dan argumen logisnya dapat ditelusur kembali ke konsep bersangkutan. Dengan kata lain, sebuah konsep dapat memverifikasi prediksi-prediksi logis yang muncul darinya.

Syarat-syarat itu, menurut Lee Smolin, mesti dipenuhi bagi sebuah konsep untuk dapat diuji secara mendalam. Jika pengujian itu mampu menguatkan argumen yang melandasinya, barulah konsep itu dianggap layak untuk disebut teori.

Lee Smolin menyayangkan banyaknya konsep di bidang fisika teoretis yang gagal melampaui syarat-syarat itu. Padahal, beberapa konsep di antaranya sangat populer seperti konsep dunia paralel atau multiverse hypothesis yang didukung ilmuwan kawakan seperti Stephen Hawking.

Namun konsep-konsep itu hanya berakhir spekulatif; belum menunjukkan tanda-tanda dapat diamati secara langsung. Bahkan hingga saat ini, belum satu pun bukti empiris yang bisa dijadikan pijakan argumennya. 

Sehingga bukan hanya tidak memenuhi syarat verifikasi Schlick namun juga gagal memenuhi syarat falsifikasi Popper. Konsep-konsep itu hanya menjadi artefak spekulasi teoretis dan model perhitungan matematis sehingga lebih bersifat Filsafat metafisis ketimbang Sains empiris.

Metode verifikasi sejatinya memancing kita untuk lebih mendekati sekaligus memahami dunia fisik di sekeliling kita. Tujuannya agar kita tidak terkungkung pada spekulasi pengamatan indrawi sekaligus memeroleh kepastian dari realitas yang mampu kita cerap.

Dengan verifikasi, setidaknya kita memeroleh suatu kepastian akan manfaat praktis yang bisa kita maksimalkan dari realitas itu tanpa takut terganggu oleh spekulasi metafisis yang ukurannya tidak bisa dipastikan.

Meski metode verifikasi ini, yang menuntut sebuah pernyataan mesti menghadirkan kemungkinan untuk dibuktikan secara empiris, pada prinsipnya menyalahi aturannya sendiri. Sebab pernyataan itu pun tidak mampu memastikan prinsip verifikasi pada masing-masing kasus yang diajukannya.

Sebab, tidak semua pengalaman empiris kita mampu dijelaskan secara memadai oleh bahasa. Sebaliknya, pemahaman kita terhadap realitas dibatasi oleh input bahasa yang mampu kita komunikasikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun