Menghadapi tuntutan demokrasi yang menjamin kesetaraan masing-masing warga negara, isu perbedaan selalu menjadi momok menakutkan sebab potensinya meruntuhkan proses demokrasi atau bahkan negara penganut demokrasi itu sendiri. Terutama dalam konteks bangsa Indonesia yang multi-kultural dengan semangat beragama yang antusias.Â
Agama kerap dijadikan legitimasi dari sebuah tindakan penindasan terhadap golongan tertentu. Bahkan, agama sering dijadikan topeng untuk melanggengkan dominasi politik dan keserakahan pihak tertentu.
Zakiyuddin Baidhawi, dengan latar belakang beliau yang mumpuni, menghadirkan buku setebal 188 halaman (ketebalan yang seharusnya tidak pula menjadi momok menakutkan untuk menyita waktu kalian yang begitu berharga untuk membacanya) untuk mengupas seluk-beluk kebebasan yang menjamin praktek beragama maupun berkepercayaan.Â
Berikut ulasan kami hadirkan sebagai upaya untuk mengantar pembaca yang barangkali tertarik untuk membaca bukunya secara utuh dan mengangkatnya ke forum-forum diskusi.
Zakiyuddin, dalam pengantarnya, memaparkan beberapa kasus konflik intra-umat beragama seperti antara umat Islam dengan jamaah Ahmadiyah atau kelompok sekular/ liberal serta konflik antar-umat seperti antara umat Islam dengan umat Kristen. Konflik intra-umat disulut oleh tindakan pelabelan dan penilaian kelompok yang satu atas yang lainnya.Â
Konflik antar-umat, di sisi lain, disulut oleh rasa saling curiga dan saling tuduh. Dalam konteks bangsa Indonesia yang kaya akan tradisi dan kemajemukan, perbedaan perlu ditilik sebagai suatu fenomena keragaman.
Perbedaan lahir dari pilihan masing-masing individu yang memuat ukuran tertentu dan diikat oleh sebuah sistem pemaknaan serta dapat ditelusur secara historis. Perbedaan ini dapat berbentuk pandangan hidup, perspektif, maupun komunal. Pandangan hidup dapat menciptakan kepercayaan maupun praktek hidup yang khas dan bisa sama sekali berbeda dengan yang berlaku secara umum.Â
Perspektif berupaya menghadirkan bandingan atau alternatif dari suatu prinsip maupun nilai yang telah dimaklumi secara luas. Komunal merupakan kecenderungan dari suatu kelompok untuk menunjukkan identitas khasnya di antara kelompok-kelompok di sekitarnya. Perbedaan tersebut merupakan keragaman yang wajar dalam interaksi umat manusia.
Perbedaan dalam nuansa keragaman tersebut dibutuhkan untuk menjamin transformasi sosial suatu bangsa sehingga bangsa tersebut mampu menyesuaikan diri dengan dinamika zaman. Dalam pandangan Zakiyuddin, pemerintah punya andil besar dalam proses tersebut.Â
Dari tahun 1970an hingga kini, keragaman bangsa Indonesia beralih dari pola mosaik ke pola tapestri karena proses industrialisasi dan interkoneksi penduduk antar pulau. Hal ini menghapus eksklusivitas etnis tertentu terhadap suatu daerah.