"Innallahalayughayyirumabiqoumin, hatta yughayyirumabianfusihim."
Al Qur'an Surat Ar-Ra'd ayat 11 dengan tegas menyebutkan yang artinya Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa seakan-akan menjawab firman Tuhan tersebut. Terlepas, apakah itu hasil dari gerakan moral sekitar ribuan kepala desa dari berbagai provinsi di Indonesia yang melakukan demo ke Istana Negara sejak 2010 hingga puncaknya pada 20 Juni 2015 dengan diterimanya perwakilan mereka berdiskusi dengan Presiden RI Joko Widodo.
Hari ini, 74.954 desa yang ada di Indonesia sudah menikmati gelontoran triliunan Dana Desa (DD) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara (APBN) yang ditransfer melalui anggaran belanja daerah kabupaten/kota. Dana ini digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat desa. Tidak terkecuali di Provinsi Kepulauan Riau pada umumnya dan Kabupaten Bintan pada khususnya.
Sejak digulirkan pada tahun 2015, Kabupaten Bintan merasakan nikmat yang luar biasa dari kehadiran DD tersebut. Di mulai dari angka Rp 10.806.783.000 hingga Rp 24.261.077.000 pada tahun 2016 dan Rp 31.516,891.000 pada tahun ini. Sebagai salah satu kecamatan yang ikut menikmati kehadiran DD di Kabupaten Bintan, Kecamatan Teluk Sebong dengan 6 desa-nya juga merasakan nikmat tersebut.
Dimana-mana, bidang pembangunan, pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat terus tumbuh dan menggeliat. Hari ini banyak masyarakat desa yang seakan-akan menjelma menjadi 'kontraktor-kontraktor' dan manajer-manajer baru di desa mereka sendiri. Mulai dari level manajer bawah (lower manager atau first-line manager), manajer menengah (middle manager) hingga manajer puncak (top manager), dan pemimpin kelompok (group leader).
Ketidakpercayaan terhadap masuknya kontraktor dari luar daerah dalam mengerjakan proyek di desa-desa mereka selama ini memicu warga desa untuk memberikan yang terbaik bagi desa mereka.Tanggung jawab moril dan beban mental menjadi jaminan bagi mereka untuk bekerja secara transparansi, akuntabilitas dan berorientasi pada kepentingan masyarakat.
Sistem swakelola pekerjaan, baik pekerjaan pembangunan fisik infrastruktur maupun peningkatan kapasitas melalui berbagai pelatihan, kini telah menjadikan mereka seperti tuan di negeri sendiri. Memupuk dan menuai tanggungjawab moril bagi warga desa untuk menekuni setiap amanah yang mereka laksanakan melalui Tim Pengelola Kegiatan (TPK) maupun Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD).
Kini setiap desa di Kecamatan Teluk Sebong merasakan perubahan demi perubahan kearah yang lebih positif paska diberlakukannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Hal ini jauh berbeda ketika mereka harus menunggu kucuran proyek-proyek dari pemerintah daerah yang anggarannya berasal dari dana Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD).
Kecamatan Teluk Sebong merupakan hasil pemekaran dari wilayah Kecamatan Bintan Utara pada tahun 2005 lalu. Dengan luas wilayah 337,65 km, Teluk Sebong memiliki batas wilayah unik dimana berhadapan langsung dengan Laut Cina Selatan dan Selat Malaka di sebelah utara sehingga masuk dalam kategori Daerah Terluar, Terdepan Dan Tertinggal (3T).
Topografi Kecamatan Teluk Sebong merupakan daerah yang berbukit bukit dengan adanya Gunung Demit Dan Gunung Bintan serta 4 dari 6 desa yang terletak dipinggiran pantai seperti Desa Berakit, Desa Pengudang, Desa Sebong Lagoi dan Desa Sebong Pereh. Perairan Kecamatan Teluk Sebong terdiri dari perairan pantai yang berlumpur bercampur pasir yang merupakan habitat yang cocok bagi pertumbuhan hutan bakau (mangrove).