Globalisasi, sebuah kata yang menggambarkan dunia tanpa sekat, tanpa batas ruang dan waktu. Manusia dapat berkomunikasi meski terpisah ratusan kilometer melalui teknologi yang semakin canggih setiap harinya. Informasi tersebar dalam hitungan detik, baik informasi yang baik maupun yang buruk. Demikian lah yang terjadi ketika posisi tenaga kesehatan kini terpojok oleh sebaran isu tidak berkualitasnya pelayanan kesehatan di negara ini.
Sebenarnya, bukan baru-baru ini saja hal tersebut marak dibicarakan. Pada 2020 polemik pembubaran Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sempat mencuat, diikuti oleh ketidakpercayaan sebagian masyarakat kepada kompetensi tenaga kesehatan, khususnya dokter, dalam menangani pandemi COVID 19. Perihal pengerukan keuntungan juga turut membayangi profesi tenaga kesehatan. Sempat juga tercetus wacana "pengimporan" tenaga kesehatan pada saat itu untuk menanggapi tagar memperkeruh masalah yang menyatakan keenganan nakes menangani masyarakat yang abai terhadap protokol kesehatan.
Citra negatif tersebut kini diperburuk dengan pernyataan-pernyataan tak bertanggung jawab yang didasari oleh rumor yang beredar. Ikatan Dokter Indonesia yang seharusnya menjadi wadah persatuan dokter untuk saling berbagi informasi dalam pelayanan kesehatan, dianggap tidak mampu mensinergikan dokter sebagai pelayan kesehatan dengan masyarakat dan pemerintah. Organisasi profesi yang berdiri atas kesepakatan para anggotanya berbasis pada Undang-Undang Dasar dan regulasi yang ada seolah dilemahkan untuk keuntungan pihak-pihak tertentu.
Globalisasi yang meniadakan hambatan juga membawa momok baru berupa kebebasan berpendapat yang terkadang kebablasan, kapitalisme dan liberalisasi yang terselubung dalam wujud kepedulian yang semu sembari menafikan eksistensi pihak lain. Inilah yang sebenarnya terjadi dan menjadikan Ikatan Dokter Indonesia dan para dokter sebagai kambing hitam dalam pelayanan kesehatan yang jauh di bawah standar bila dibandingkan dengan negara-negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura. Padahal, para pelayan kesehatan dan ahli di negara tersebut pun berasal dari Indonesia, yang dihargai secara manusiawi sehingga memiliki kinerja yang mumpuni.
Memang diakui bahwa  Ikatan Dokter Indonesia sebagai Organisasi Profesi bukan tanpa kekurangan. Seperti masih konservatif nya sistem di Organisasi profesi ini.  Namun meniadakan Organisasi profesi , termasuk melemahkannya, melalui regulasi, bukanlah langkah yang tepat.  Karena bila Organisasi profesi ini dilemahkan melalui regulasi atau bahkan dihapuskan dari undang undang, maka itu akan menyulitkan bangsa ini membendung arus globalisasi yang didomplengi liberalisasi dan kapitalisme di sektor kesehatan. Organisasi profesi dokter adalah security agent atau agen ketahanan nasional yang dapat membendung gerakan globalisasi dunia. Sehingga yang perlu dilakukan organisasi profesi dokter adalah melakukan modernisasi dalam semua aspek.
Apabila terjadi penyingkiran organisasi profesi berikut para dokter dalam negeri atas dasar perdagangan bebas akan membahayakan ketahanan nasional.
*Modernisasi organisasi profesi*
Harus diakui,kondisi perlemahan orgabisasi profesi ini tidak luput dari kurang sigapnya organisasi dalam memandang dan menanggapi suatu ancaman sebagai tantangan. Dalam kondisi saat ini , kutipan ahli perang China, Sun Tzu "Keep your friends close, keep your enemy closer" layak jadi acuan strategi dalam perang pasar bebas yang merupakan produk globalisasi, kapitalisme dan liberalisasi. Caranya menjadikan musuh atau ancaman sebagai  kawan yang memotivasi, bukan alih-alih musuh yang harus ditakuti.
Isu-isu yang berupaya menihilkan fungsi organisasi profesi dan kompetensi dokter dan tenaga kesehatan seharusnya menjadi titik tolak perbaikan diri secara internal maupun eksternal. Sinergi antara dokter, organisasi profesi dan pemerintah harus dibangun dengan berdasarkan pada pengabdian masyarakat dan untuk kemaslahatan masyarakat. Kepercayaan masyarakat terhadap kompetensi dan pelayanan kesehatan yang berkualitas serta memanusiakan manusia wajib untuk menjadi tujuan utama perbaikan diri ini. Meski  potensi kehadiran praktisi kesehatan asing tetap perlu jadi perhatian,  namun  hal tersebut dapat dijadikan sebagai kesempatan untuk memperbaiki pelayanan bagi masyarakat, service of excellence. Tanpa adanya tantangan, manusia cenderung berada dalam zona nyaman yang mengabaikan perubahan zaman.
Selanjutnya, para dokter dalam Ikatan Dokter Indonesia harus mengedepankan proses pendidikan komprehensif dalam mencetak dokter-dokter baru yang profesional. Kurikulum yang diterapkan harus dapat menjawab tantangan globalisasi berupa kemampuan para dokter untuk menanggapi suatu permasalahan secara efektif dan efisien, tanpa mengabaikan sisi emosional pasien sebagai manusia. Pola pendidikan dan pembelajaran kolaboratif dan interdisipliner dapat diterapkan agar para calon dokter selalu ingin menemukan suatu jawaban atas permasalahan, alih-alih terpaku pada aturan baku yang kaku.
Ikatan Dokter Indonesia bersama dengan Kolegium Pendidikan Dokter dan Majlis Kode Etik Kedokteran seyogyanya berhak dan berkewajiban untuk merancang regulasi dan sistematika yang tepat untuk tujuan mempermudah dokter dan masyarakat untuk dapat saling bertukar pikiran dengan setara. Sinergitas Ikatan Dokter serta organisasi profesi kesehatan lain dengan masyarakat akan menciptakan kedekatan yang solid dan sulit untuk digantikan. Akan lebih baik lagi bila masyarakat memiliki akses pelaporan secara langsung terhadap oknum-oknum yang bermaksud untuk mengambil keuntungan pribadi, yang akan mencoreng citra dokter sebagai pengabdi dan pelayan kesehatan masyarakat.
Sebagai kesimpulan, permasalahan  ketidakpercayaan masyarakat atas profesi dan organisasi profesi dokter adalah efek dari globalisasi karena masyarakat bisa secara langsung memperbandingkan layanan dokter di luar dan di dalam negeri. Efek lainnya adalah globalisasi,  pasar bebas, sehingga setiap orang dari negara manapun yang berstatus dokter dapat bekerja sebagai tenaga kesehatan di Indonesia yang kemungkinan akan mengancam lahan pekerjaan tenaga kesehatan dalam negeri. Namun demikian, hal itu  selama para dokter Indonesia solid mendukung Organisasi Profesi dokter dengan melalukan metamorfosis dari organisasi yang konservatif menjadi organisasi profesi yang modern serta open mind membuka diri serta  menjadikan hal ini sebagai pemicu untuk perubahan dan perbaikan jangka panjang baik untuk dokter secara individu, dokter di dalam organisasi maupun di dalam jabatan pemerintahan. Soliditas hubungan dengan masyarakat harus dibangun dan dipertahankan dengan komunikasi yang bersahabat dan manusiawi. Pada akhirnya, bersama dengan masyarakat para tenaga kesehatan dan organisasi profesi kesehatan dapat memberantas mafia kesehatan dan mencegah terjadinya komersialisasi kesehatan yang seharusnya menjadi hak dasar untuk dapat hidup dengan nyaman di NKRI ini. Serta menghadap liberalisasi dan kapitalisasi di sektor kesehatan.
*) dokter spesialis Kelautan, pengurus IDI Jatim bidang advokasi hukum dan Kebijakan regional- nasional
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H