Jakarta -- Ternyata penduduk Indonesia masih banyak yang tidak memiliki pendidikan yang layak, karena ketidak merataan pendidikan yang ada. Sama halnya seperti yang di alami oleh warga yang tinggal di Kampung Tengah Kecamatan Kramat Jati. Mereka masih kesulitan untuk memberikan anak-anak mereka pendidikan yang layak, mengingat perekonomian mereka yang jauh dari kata cukup untuk makan sehari-hari. Warga yang tinggal di Kampung Kramat Jati mayoritas menjadi buruh harian lepas seperti pengupas bawang, yang mana upah dari mengupas bawang tersebut hanya sekitar 20-40 ribu rupiah per karungnya.
Melihat permasalahan tersebut, Seorang wanita di daerah tersebut yang akrab di panggil ayu menyampaikan keluh kesahnya terhadap kesulitan pendidikan untuk anak-anaknya. Ayu menyampaikan bahwa dirinya kesulitan dalam mengurus pemberkasan untuk mendaftarkan anak-anaknya pada Program Kartu Jakarta Pintar (KJP).
"Saya udah ngajukan untuk KJP, udah ngajukan ke kelurahan , ke sekolah, tapi di balikkan lagi data kita. Tapi malah yang mampu, yang dapat. Pihak sekolah malah bilang, mungkin nanti tahap yang lain, ya saya mikirnya mungkin belum rezeki, yaudah" kata ayu dalam keterangannya, Sabtu (13/7/2024).
Sebagai ibu 4 anak, Ayu mengungkapkan hanya bisa bekerja lebih keras lagi untuk pendidikan anak-anaknya, dengan harapan pendidikan yang di berikan kepada anak-anaknya dapat mengubah pandangan dan hidup anak-anaknya di kemudian hari.
"Anak-anak kami bukan anak-anak yang gak mau belajar, jadi sayang rasanya kalau permasalahan ekonomi bikin anak-anak gak bisa sekolah, jadi ya kita ngelakuin yang terbaik ajalah, intinya ya demi anak-anak aja udah," kata ayu.
Tak hanya mengenai KJP, ternyata mereka juga terkendala dalam pembelian atribut dan seragam sekolah, yang mana hal tersebut tidak bisa di beli di luar apalagi dicicil. Hal ini juga di ungkapkan Kunih sebagai ibu dari Ayu. Kunih menyampaikan bahwasannya baju seragam cucu-cucunya yang berbeda-beda dan wajib di beli tersebut sangat berat di penuhi, mengingat upah mereka yang tak besar, ditambah Ayu adalah single parents. Ayu dan Kunih saling melengkapi untuk kehidupan keluarga mereka.
"Untuk biaya spp ya tidak ada, tapi untuk seragamnya ini yang harus kita beli kan, dan itu gak bisa dicicil, sedangkan kita ya sedih juga dengar cucu kalau pulang sekolah cerita, dia liat teman-temannya sudah pakai baju seragam sedangkan dia belum,sering diejekin juga karena ga punya ayah dan seragam, kita sebagai orang tuanya ya sedih banget tapi ya gimana, kita juga hanya bisa menyemangati biar dia tetap mau sekolah." Kata Kunih dalam keterangannya, Sabtu (13/7/2024).
Walaupun anak-anak mereka hanya mendapatkan pendidikan di sekolah, tidak bisa mendapatkan bimbel berbayar seperti anak-anak lainnya, Ayu juga menyampaikan bahwa sangat senang dengan adanya Volunteer yang datang mengajar les di musholla kampung mereka setiap minggunya.
"Anak-anak ini seneng banget kalau ada kakak-kakak yang datang ke musholla untuk ngajarin mereka, selalu di tanyain tuh, kapan sih kakak-kakak datang, kita mau belajar. Ya dari adanya yang ngsih les gratis itu anak-anak ini jadi lebih lancar baca tulis dari yang sebelumnya masih kesulitan, sangat membantu banget lah. Harapannya ya, program seperti ini dapat terus berlangsung di kampung kami." Kata ayu dalam keterangannya, Sabtu (13/72024).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H