Mohon tunggu...
Achmad Jayadi Rusydi
Achmad Jayadi Rusydi Mohon Tunggu... lainnya -

Kenalan di : www.azrur-rusydi.net

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Jangan Bungkam Radio Komunitas!

5 April 2012   04:38 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:01 516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Jombang - Hari penyiaran nasional ke-29 yang diperingati pada 1 april, ditandai dengan matinya penyiaran bagi media komunitas di indonesia. Khususnya radio komunitas yang kini nasibnya ada untuk ditiadakan.

Dewan presidium Jaringan Radio Komunitas untuk Demokrasi (JRK-Dem), Mohammad hasyim, Minggu (1/4) saat talkshow yang bertajuk matinya hari penyiaran nasional di radio komunitas Suarawarga mengatakan. Berkaca dari sejarah, radio komunitas berperan penting bagi kemerdekaan negara indonesia. Dimana radio komunitas menjadi media untuk mengaspirasikan perjuangan rakyat melawan kolonialisme belanda. Namun, pada perjalanannya radio komunitas yang awalnya bisa dengan bebas menyuarakan asipirasi rakyat dengan sengaja dipangkas keberadaannya oleh rezim orde baru yang pada masa itu dipimpin oleh Soeharto.

Hingga hari ini, sesungguhnya kematian radio komunitas masih berlangsung. Dimana negara dengan arogan membuat aturan-aturan yang sengaja mendiskriminasi radio komunitas, dengan bahasa sederhana bahwa radio komunitas di indonesia ada untuk ditiadakan.

Dalam pernyataannya, Mohammad Hasyim menambahkan. Dengan adanya undang-undang penyiaran No. 32 tahun 2002 pemerintah indonesia sudah dengan sengaja membuat aturan-aturan bagi radio komunitas yang justru mempersempit ruang gerak radio komunitas itu sendiri. Undang-undang tersebut dikuatkan dengan peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2005 dan Keputusan Menteri No. 17 tahun 2004.

Dalam aturan-aturan tersebut menyebutkan bahwa, radio komunitas hanya diijinkan bertempat di frekuensi 107.7, 107.8 dan 107.9. Radio komunitas cukup dengan daya 50 watt dan jangkauan 2,5 kilo meter.

selain itu, ribuan radio komunitas di indonesia dipaksa untuk tidak mampu mempertahankan eksistensinya karena kebijakan pengiklanan yang sangat diskriminatif terhadap radio komunitas. Pemerintah indonesia dengan sengaja memotong jatah iklan bagi radio komunitas, padahal sebagai media, hidup radio tidak lepas dari iklan. karenanya, tidak heran jika ada ratusan radio komunitas yang gulung tikar atau mati setiap tahun.
Salah seorang staff radio komunitas Suarawarga, Mudhofir mengatakan. Pemerintah indonesia bisa saja disebut sebagai pemerintahan yang bodoh, karena dengan logika sehat negara harus berlaku adil pada rakyatnya. Sebagai media rakyat, radio komunitas juga mampu memenuhi kewajiban membayar pajak. Namun, pada kenyataannya pemerintah berlaku diskriminatif. misalnya saja, media komersil diberi ruang lebih luas dalam alokasi frekuensi, jangkauan dan iklan. sementara radio komunitas sendiri ditekan dengan aturan-aturan yang membunuh radio komunitas itu sendiri.

"Seumpama membagikan makan bagi rakyatnya, pemerintah memberikan makanan yang mewah dengan harga mahal kepada rakyat yang sudah kaya. Sementara rakyat yang miskin, lebih dimiskinkan dengan hanya memberi makan nasi dengan lauk sambal" tegas Mudhofir.

Mudhofir menyatakan, berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Radio Komunitas Suarawarga, kebutuhan masyarakat akan informasi yang berimbang dan sesuai kebutuhan justru mampu diakomodir oleh radio komunitas. Selain itu, radio komunitas merupakan media yang dekat bagi komunitas masyarakat dengan berbagai latar belakang. Misalnya komunitas petani, pedagang pecel, tukang becak, pemulung, miskin kota dan berbagai komunitas lainnya.

Namun, kepentingan rakyat yang demikian justru tidak mendapatkan ruang akomodir secara baik dari pemerintah. Artinya, pemerintah indonesai tidak mampu memandang kebutuhan mana yang baik bagi perkembangan pendidikan informasi publik yang terbuka dan sesuai kebutuhan. Mudhofir menegaskan, radio komunitas tidak harus miskin dan kecil. Perjuangan radio komunitas akan terus dilanjutkan dengan mematuhi undang-undang terkait perijinan tapi juga menyediakan ruang kritis untuk mengawasi kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah hingga kedepannya tidak berlaku diskriminasi terhadap radio komunitas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun