Itulah anak aqobah, di aqobah memang di ajarkan untuk mengkaji sebelum membuat sesuatu. Dalam proses mengkaji, di perlukan orang-orang yang kompeten di bidang tertentu. Dapat di contohkan ketika mengundang beberapa tokoh ahli, seperti Zafika. Selain itu, aqobah juga menekankan tradisi demokrasi. di contohkan juga, diskusi yang di lakukan oleh temen-temen di aqobah waktu itu. Agar hasil diskusi dan kajian tersbut dapat di konsumsi oleh semua orang. Itu yang kami sebut dengan Halaqoh dan Stadium general. Membahas sesuatu yang berkaitan dengan masyarakat.
Apa yang dilakukan anak-anak aqobah waktu itu memang belum apa-apa, tapi itu sudah menjadi bentuk pembelajaran demokratis, tidak mendoktrin. Bagi sekolahan lain, mungkin itu adalah hal bodoh, karena bisa membahayakan sekolahnya sendiri. Sebaliknya, bagi anak aqobah, itu adalah penting, karena siswa / murid adalah konsumen dari peraturan-peraturan pemerintah. Punya hak untuk keberatan dan mengajukan usulan-usulan. Agar produk peraturan itu betul-betul baik untuk semua konsumennya dalam hal ini adalah masyarakat pelajar.
Di aqobah, murid adalah guru, guru adalah motivator dan fasilitator. di Aqobah, murid bisa mengkoreksi guru, guru boleh memarahi murid :D.
Itulah sebabnya, kami kerab di panggil sebagai murid yang Ndablek (bandel). Tapi ndablek yang baik tentunya... :D
Itu adalah wajah aqobah dulu, sekarang tidak tau bagaimana. Semoga masih seperti dulu atau lebih maju daripada yang dulu.
Salam,
Alumni Aqobah 09
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H