[caption id="attachment_394977" align="aligncenter" width="544" caption="Gambar Ilustrasi (Sumber: batam.tribunnews.com)"][/caption]
Beberapa hari yang lalu diskusi dengan  dengan dua orang ibu yang bekerja sebagai tukang masak di sebuah warteg di lingkungan tempat tinggal saat ini. Kebetulan hari itu salah satu dari mereka sedang sakit waktu, walaupun demikian tetap memilih masuk kerja. Terus terang saya heran, jadi saya tanya kenapa tidak berobat. beliau menjawab tidak ada uang untuk berobat, jadi masuk kerja supaya bisa minta pinjaman ke ibu yang punya warung.
Saya melanjutkan pertanyaan tentang kartu BPJS, beliau menjawab punya tetapi untuk berobat kan butuh ongkos belum lagi nanti kalau diberikan obat yang tidak ditanggung BPJS, maka harus membayar. Makanya beliau harus tetap masuk kerja supaya dapat uang. Gaji mereka tidak seberapa, tetapi tidak ada pilihan karena sulit mendapat kerja dengan gaji yang layak.
Singkat cerita, setelah mendengar cerita tentang penyakitnya dan lain-lain berakhirlah di kartu sakti. Dengan gaji yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok,  walaupun harus meminjam setiap bulan untuk menutupi kekurangan. Saya mengira beliau pantas mendapatkan mendapatkan kartu sakti Presiden Jokowi. Sayang sekali, jawaban yang saya dengan tidak sesuai harapan. Beliau mengatakan, dulu dimasa Presdien SBY di kampungnya (Daerah Bojong Kabupaten Bogor) banyak yang dapat tunjangan BLT, beras raskin, dll. Tetapi sejak presdien Jokowi tidak seorangpun di kampungnya mendapat kartu sakti seperti yang di hebohkan di TV. Melanjutkan ceritanya, padahal sekarang semua harga serba naik, terlebih setelah harga BBM naik. Padahal, saudara yang punya warung ini di Depok orang kaya tapu dapat bantuan dari kartu Jokowi. Kita mau bilang apa, kebijakan pemerintah yang sekarang serba tidak jelas.
Hari ini kita mendapatkan kabar bahwa kedepan direncanakan pemerintah akan memberlakukan penjualan tertutup untuk pembelian gas elpiji 3 kg. Rencana ini diungkapkan Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, I Gusti Nyoman Wiratmadja di Gedung DPR RI Jakarta (Rabu, 4/2/2015). Dalam keterangannya, beliau menjelaskan sistem ini akan diberlakukan mulai tahun depan, karena masih harus dilakukan ujicoba yang akan dimulai di Pulau Batam Kepulauan Riau dan Kabupaten Malang, Jawa Timur. Setelah ujicoba dilakukan maka rencana pemberlakukan penjualan tertutup dimana penjualan elpiji 3 kg hanya diberikan kepada yang memiliki kartu sakti akan diberlakukan. Dengan demikian yang tidak memiliki kartu sakti tidak dapat membeli barang yang dianggap untuk masyarakat bawah ini. Pertanyaannya adalah apakah memang pengguna kartu sakti sekarang ini sudah valid dan apakah semua masyarakat miskin sudah memiliki kartu sakti.
[caption id="attachment_394978" align="aligncenter" width="300" caption="I Gusti Nyoman Wiratmadja (Sumber: energitoday.com)"]
Memberlakukan kartu sakti untuk pembelian elpiji 3 kg ini sepertinya pemerintah perlu meninjau ulang. Bila kita kembali pada cerita saya dengan ibu tukang masak di warteg tadi, maka beliau dan warga kampungnya yang lain tidak akan diperbolehkan membeli elpiji jenis ini. Padahal jika dilihat dengan ekonomi mereka jauh dibawah rata-rata. Lalu, apakan progam ini adil untuk mereka dan warga yang lain?. Saya yakin, mereka bukan satu atau dua orang yang kebetulan tidak dapat kartu sakti, tetapi masih banyak ibu-ibu yang lain juga memiliki nasib yang sama.
Sebaiknya pemerintah perlu mengkaji ulang program ini karena data yang kita punya belumlah akurat. Silakan dilanjutkan programnya, tetapi pastikan dulu semua masyarakat yang berhak mendapat keringanan memiliki akses untuk membeli elpiji. Jika tidak, maka pemerintah telah menzolimi rakyat kecil yang belum terdata dengan baik. Mereka sudah dikorbankan dengan kenaikan harga barang akibat kenaikan harga BBM yang tidak tepat, lalu apakah pemerintahan ini kembali akan membunuh mereka pelan-pelan dengan menjauhkan mereka dengan elpiji yang sangat dibutuhkan untuk kehidupan sehari-hari. Jawabannya tentu ada ditangan pemerintah, semoga lebih baik dalam mengambil kebijakan yang berhubungan dengan kebijakan publik dan ekonomi rakyat kecil. Wallahu’alam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H