Mohon tunggu...
A. Azis Nizar
A. Azis Nizar Mohon Tunggu... Administrasi - Berbagi pikiran dan wawasan, Minat dengan Ekonomi publik, Manajemen Bisnis, UKM

Berbagi pikiran dan wawasan, Minat dengan Ekonomi publik, Manajemen Bisnis, UKM

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Parade Bayang-bayang Kerbau Gila

5 Februari 2015   17:32 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:47 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1423107047943434182

[caption id="attachment_395036" align="aligncenter" width="300" caption="Gambar Ilustrasi (Sumber: tempo.co)"][/caption]

Dikisahkan disebuah negeri yang makmur,  hiduplah sekumpulan hewan yang beraneka ragam. Mereka sebenarnya hidup dalam genangan makanan yang tak pernah putus. Seperti kehidupan peri yang berwarna-warni, negeri ini juga dipenuhi dengan jutaan profesi. Mereka bahu membahu membangun negerinya untuk hidup sejahtera.

Dulu sekali, pernah ada pemimpin yang membawa negeri ini mencapai puncak penyatuan. Semua hewan berkumpul dan bersatu untuk hidup sejahtera. Konon sejak saat itu semangat mereka begitu membara. Tidak mudah menyatukan harimau yang buas dengan singa yang siap memangsa. Mengumpulkan elang yang bermata tajam dengan burung kecil yang cantik bermata sayu. Dan tidak mudah juga menyatukan buaya bergigi runcing dan cicak yang tak berdaya. Tapi sang pemimpin mampu membuat mereka bahu membahu, duduk bersama dalam satu meja.

Zaman berubah dan waktu terus menggerus rasa. Seiring dengan itu pemimpin negeri bergantian  dengan gaya dan cara masing-masing. Dari yang sangat bijaksana berkata-kata, hingga yang tak punya rasa pernah memimpin negeri. Sepanjang sejarahnya mereka selalu dikuasai gigi bertaring dan cakar yang tajam. Dan diceritakan sepanjang kepemimpinan dipegang hewan ganas terdidik, mereka hidup aman terlihat sejahtera walaupun ada hewan-hewan kurus ditepi sawah dan ladang.

Mereka adalah hewan-hewan yang terbelenggu oleh tebing dan jurang. Walaupun penciuman mereka tajam, mengendus lezatnya aroma makanan yang bertebaran dan mata telanjang melihat keindahan padi menguning, bunga merekah bermekaran, dan buah-buahan warna-warni berjatuhan, tetapi tak terengkuh mulut mereka untuk itu semua. Buah-buah dan segala kemewahan alam hanya untuk mereka yang gemuk berselimut sutra dan bermahkota saja. Sekalipun mereka berusaha, tetap saja harus membagi setengahnya dengan penguasa.

Keadaan terus berubah seiring matahari yang kian menuam walaupun sekilas terlihat sama. Diseberang istana penguasa terdapat segerombolan kerbau yang begitu ingin berkuasa. Kerbau gemuk bermental baja terus berusaha mendobrak pintu istana, namun perjuangan sang kerbau begitu sulit, tanduknya tak mampu mencabut taring dan cakar penguasa.

Lambat laun sang kerbau berhasil, namun itu tak bertahan lama. Tahta sang kerbau kembali direbut pemimpin bercakar dan taring tajam. Sang pemimpin baru berkuasa dalam waktu yang lama. Kebijaksanaan sang penguasa mampu memikat hati rakyat. Pesona sang pemimpin yang kuat membuat semua terpesona, tak mudah membuat kharisma sang pemimpin pudar. Konon diceritakan berkali-kali kerbau gendut bertarung menghadang agar pemimpin lumpuh dan terbunuh, namun pengalaman membuat sang pemimpin lebih matang dalam bersikap. Sang  kerbaupun tak berdaya.

Namun seiring dengan perjalanan usia, sang pemimpin harus mengakhiri masanya. Walaupun ia hidup, namun ada aturan alam yang membuatnya harus berhenti. Nah, penggantinya diputuskan dalam musyawarah seluruh penduduk negeri ini. Petarungan antar calon pemimpin pun tak dapat dihindari. Perang terbuka digelar dimana-mana. Dan begitupun ditingkat istana, perang seakan menghanguskan semua sumber daya yang ada.

Dalam pertaruangan mencari pemimpin muncullah karbau kurus dari negeri yang jauh. Si kurus yang kabarnya tidak jelas datang darimana, namun begitu pandai membangun kharisma. Kehadirannya yang baru kehadapan seluruh negeri seakan membawa sesuatu yang baru. Tak pelak semua terpana dengan pesona si kurus, bahkan kerbau gendutpun tak dapat berkata-kata. Lewat berbagai cara akhirnya kerbau kurus mampu merebut tahta.

Dalam kepemimpinannya kerbau kurus terus menebar pesona. Seakan mengatakan pemimpin haruslah kurus supaya lincah bergerak. Aksinya membuat semua orang percaya bahwa kerbau kurus mampu  memberikan sesuatu yang baru. Tapi apa daya, ternyata kerbau kurus hanya mempunyai pesona, dia tidak pernah di didik untuk menjadi pemimpin, selain memang tidak punya cakar dan taring yang kuat.

Singkat cerita kelemahan sang pemimpin membuat negeri kacau balau. Bukan hanya dilingkungan rakyat jelata, didalam istana juga terdengar keriuhan yang tak pernah terjadi sebelumnya. Belum lagi karena hutang budinya pada kerbau gemuk dan tua, sang kerbau kurus harus terus memberikan kesenangan-kesenangan dan hiburan untuk seniornya. Rakyat semakin kacau, para patih dan punggawa negara berperang sesamanya. Dan perang yang paling terkenal adalah perang antara kesatria cicak dan raja buaya.

Konon ceritanya cicak yang tak punya senjata sangat buas dan berani. Dengan ekornya yang tak seberapa dan lidah yang merah terus memakan dan menikam buaya. Kisah terakhir yang terdengar adalah tikaman kecil cicak pada putra mahkota buaya. Kekerabatan putra mahkota dengan kerbau gendut membuat buaya makin murka disentil cicak. Buaya berkumpul membuat barisan yang kuat, satu persatu cicak dicakar dengan sadis. Tak perduli malam atau siang, para buaya terus bergerilya.

Satu pesatu dari cicak terkapar, namun tak membuatnya menyerah. Konon kabarnya raja cicak juga terkena gigitan buaya. Sebenarnya bisa saja cicak berlindung dibalik kerbau kurus sang penguasa. Namun itu terhalang oleh kerbau gendut yang terus mengendus kemanapun kerbau kurus berada. Tak mudah untuk kerbau kurus melepaskan diri karena bayang-bayang sang kerbau tua yang terus membayangi dengan para sekutunya.

Tidak ada cerita bagaimana akhir perjalanan kerbau kurus, cicak, dan buaya. Tetapi yang sangat diingat adalah perankerbau gendut yang licik tetap menjadi penguasa sesungguhnya. Kerbau kurus tak berdaya kecuali tersandera dalam parade bayang-bayang kerbau gila.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun