Sebuah video berdurasi 15 detik yang merekam sosok yang diduga mayat terendam dalam bak air, menjadi viral di media sosial. Lokasi penemuan mayat tersebut disebutkan terjadi di Universitas Prima Indonesia (Unpri) Medan.
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Prima Indonesia (Unpri) Medan, mengklarifikasi bahwa lima mayat yang ditemukan di lantai 15 salah satu gedung kampus sudah kembali ke kondisi semula dan juga bukanlah korban pembunuhan. Mayat-mayat tersebut adalah kadaver yang digunakan untuk kepentingan pendidikan kedokteran. Penemuan mayat ini juga sudah dilaporkan ke polisi dan pihak fakultas bersikeras bahwa ini adalah bagian dari kegiatan akademis.
Namun Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Hadi Wahyudi, mengatakan tim forensik dari Inafis dan Laboratorium Forensik telah dikerahkan untuk mengusut temuan mayat tersebut. Secara keseluruhan penyelidikan dilakukan untuk mengklarifikasi kondisi mayat itu dan memastikan apakah terdapat unsur tindak pidana di dalamnya.
Dokter Spesialis Patologi Forensik di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, Ade Firmansyah, menjelaskan bahwa memiliki kadaver adalah hal yang wajar dan lazim di fakultas kedokteran. Kadaver adalah sisa jenazah manusia atau binatang yang digunakan untuk pembelajaran dan penelitian di bidang kedokteran.
Ade menjelaskan, kadaver biasanya berasal dari lembaga-lembaga pendonor jenazah yang disetujui ataupun keluarga dari orang yang meninggal dunia. Isu ini juga sempat muncul dalam beberapa tahun terakhir di Indonesia. Pemerintah Indonesia pernah mengeluarkan regulasi yang membolehkan penggunaan kadaver untuk kepentingan pendidikan dan penelitian kedokteran.
Penuturan Ade Firmansyah, jelas menunjukkan bahwa fakultas kedokteran memang memiliki kewajiban untuk memiliki cadaver. Hal ini membantunya dalam membantu para mahasiswa kedokteran mengerti tentang anatomi dan prosedur bedah.
Namun, isu penemuan mayat di Universitas Prima Indonesia Medan tetap menimbulkan tanda tanya di kalangan masyarakat. Mereka mengkhawatirkan kondisi cadaver yang terabaikan dan ditemukan dengan cara yang tidak sesuai.
Kasus ini menunjukkan pentingnya pendidikan dan klarifikasi bagi masyarakat tentang keberadaan cadaver yang digunakan oleh fakultas kedokteran pada pendidikan dan latihan. Naming and shaming fakultas kedokteran yang memperoleh cadaver tanpa persetujuan dari keluarga atau lembaga pendonor jenazah perlu dilakukan agar dapat mencegah kasus seperti ini terulang kembali.
Dalam kasus Universitas Prima Indonesia Medan, polisi dan pihak kampus berusaha bersikap transparan dan menjelaskan kondisi mayat yang ditemukan. Namun tidak antifitif, sebab masyarakat tetap mendesak bahwa kasus ini perlu ditindaklanjuti untuk memastikan tindakan yang ditempuh tidak menyalahi hukum ataupun bertentangan dengan kaidah etika dan moral.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H