Kenaikan PPN 12ri 11% yang direncanakan berlaku mulai tahun 2025 menuai berbagai tanggapan dari berbagai kalangan, seperti pajak ekonomi dan kebijakan, pelaku usaha, hingga konsumen atau masyarakat umum.
Sejumlah pengamat atau pakar ekonomi berpendapat bahwa kebijakan kenaikan tarif PPN ini merupakan bagian dari upaya pemerintah meningkatkan penerimaan pajak untuk mendukung pembangunan nasional.
Berikut pandangan pakar ekonomi mengenai dampak kenaikan tarif PPN 12 persen:
Dampak bagi Masyarakat
Pakar Ekonomi dari Universitas Indonesia, Dr. Irwan Setiawan, dalam wawancaranya yang dimuat di Kompas, berpendapat bahwa kenaikan PPN 12rpotensi menekan daya beli masyarakat, terutama di kelompok menengah ke bawah. Menurutnya, kondisi tersebut dapat mengurangi konsumsi domestik.
Oleh karena itu, dia menyarankan pemerintah perlu menyediakan mekanisme mitigasi agar dampaknya tidak signifikan.
Dampak bagi Pengusaha
Menurut Direktur Center of Financial and Ponders (CELIOS), Bhima Yudhistira, seperti yang dimuat CNBC Indonesia, yang menekankan bahwa kenaikan PPN dapat memperlambat pemulihan ekonomi. Daya beli masyarakat menurun karena tekanan harga barang, sementara UMKM menghadapi kesulitan menyesuaikan edge keuntungan.
Dampak Kenaikan PPN pada Harga Barang dan Daya Beli
Kenaikan PPN menyebabkan lonjakan harga pada sebagian besar barang konsumsi, termasuk kebutuhan pokok yang sebelumnya sudah mengalami tekanan inflasi.
Information Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan, inflasi pada November 2024 dibandingkan dengan awal tahun (Januari 2024) menunjukkan kenaikan sebesar 1,12%.
Kenaikan Harga Pokok
Produk makanan dan minuman, misalnya, beberapa ekonom dan pengamat industri memperkirakan akan mengalami kenaikan harga sekira 3-5% tergantung struktur biaya produksi.
Daya beli masyarakat yang melemah akibat kenaikan ini juga dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi nasional.
Beberapa pengamat menyebut bahwa pengendalian harga serta Bantuan Langsung Tunai (BLT) dapat menjadi salah satu solusi sementara untuk mengatasi dampak ini.
Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang direncanakan berlaku mulai tahun 2025 telah memicu beragam tanggapan dari berbagai kalangan, termasuk pakar ekonomi, pelaku usaha, dan masyarakat umum.Pakar ekonomi, seperti Dr. Irwan Setiawan dari Universitas Indonesia, mengungkapkan bahwa kebijakan ini berpotensi menekan daya beli masyarakat, terutama di kalangan menengah ke bawah, yang dapat mengurangi konsumsi domestik. Ia menyarankan agar pemerintah menyediakan mekanisme mitigasi untuk mengurangi dampak negatif tersebut.Di sisi lain, Bhima Yudhistira dari Center of Financial and Ponders (CELIOS) menekankan bahwa kenaikan PPN dapat memperlambat pemulihan ekonomi, karena daya beli masyarakat akan menurun akibat lonjakan harga barang. Kenaikan PPN diperkirakan akan menyebabkan harga barang konsumsi, termasuk kebutuhan pokok, meningkat antara 3-5%, yang dapat memperburuk inflasi yang sudah ada.Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi sebesar 1,12% pada November 2024 dibandingkan awal tahun, menunjukkan adanya tekanan inflasi yang lebih lanjut. Untuk mengatasi dampak ini, beberapa pengamat menyarankan pengendalian harga dan pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebagai solusi sementara.Secara keseluruhan, meskipun kenaikan PPN bertujuan untuk meningkatkan penerimaan pajak demi pembangunan nasional, dampaknya terhadap daya beli masyarakat dan pertumbuhan ekonomi perlu diperhatikan dengan serius.
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI