Konsep jual beli all you can eat pada dasarnya tidak dibahas secara rinci dalam fiqih muamalah. Tidak ada ayat Al-Qur'an atau Hadits yang secara spesifik menyebutkan konsep all you can eat didalamnya. Namun, para ulama' melakukan beberapa ijtima' dengan dasar Al-Qur'an dan Hadits.
Jual beli pada umumnya termasuk dalam muamalah, yang memiliki beberapa rukun dan syarat sah yang harus terpeuhi dalam pelaksanannya. Salah satu rukun dalam jual beli yang harus terpenuhi yaitu objek. Barang-barang yang menjadi objek jual beli memiliki syarat-syarat tertentu, seperti spesifikasi, jumlah, berat, takaran, atau ukuran yang harus diketahui, yang syarat tersebut haruslan diketahui oleh masing-masing pihak ketika bertransaksi.
Tetapi dalam konsep jual beli all you can eat, objek jual beli yang berupa makanan tersebut tidak diketahui oleh kedua pihak baik jumlah maupun takarannya. Pelaksanaan jual beli makanan dengan konsep all you can eat ini terdapat syarat dari objek jual beli yang tidak terpenuhi yaitu kedua pihak sama-sama tidak mengetahui jumlah dan takaran makanan yang diperjualbelikan. Maka dari itu, konsep jual beli all you can eat diindikasikan adanya unsur gharar atau ketidakjelasan jumlah kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh pelanggan.
Islam telah melarang setiap akad jual beli yang mengandung unsur gharar, karena menimbulkan ketidakadilan bagi kedua pihak. adanya unsur gharar dalam sebuah transaksi jual beli dengan konsep all you can eat juga mengakibatkan kerugian, terlebih pihak pembeli juga harus menanggung resiko akibat ketidaksesuaian kuantitas barang dengan harga yang dibayarkan. Rasulllah SAW bersabda dalam haditsnya,
Â
"Rasulullah SAW melarang jual beli hasat dan jual beli gharar"
Lalu, bagaimana jika terlanjur membeli makanan dengan konsep jual beli all you can eat tersebut? Bagaimana jika terlanjur membuka sebuah restoran dengan konsep jual beli all you can eat?
Syariat Islam dan para ulama' tidak membenarkan jual beli yang mengandung gharar, seperti yang ditemukan dalam jual beli dengan konsep all you can eat. Namun, dalam situasi dan kondisi tertentu, gharar diperbolehkan dalam islam. Salah satu kondisi yang memperbolehkan adanya gharar dalam transaksi jual beli yaitu ditemukannya gharar dengan jumlah yang sangat sedikit dan bersifat minimum, atau disebut juga gharar yasir. Seperti halnya gharar yang terdapat pada tempat pemandian umum, pemilik atau penjual tiket masuk tidak dapat memastikan berapa jumlah air yang dipakai oleh setiap pengunjung. Sama halnya dengan angkutan umum, biasanya ongkos atau tarif harga naik baru diketahui setelah akan turun dari kendaraan karena tarif disesuaikan dengan jarak yang ditempuh sopir dari titik a ke titik b, dan hal ini dimaklumi oleh penumpang karena tidak menimbulkan kerugian.
Gharar dengan jumlah yang sangat sedikit atau ringan keberadaannya tidak membatalkan akad jual beli. Jual beli tetap dianggap sah sesuai syara'. Sehingga dapat disimpulkan, konsep jual beli all you can eat memiliki unsur gharar atau ketidakjelasan pada objek jual belinya. Namun, gharar tersebut masuk pada jenis gharar yasir sehingga jual beli yang dilakukan tetap sah sesuai syari'at islam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H