Mohon tunggu...
azmi sabita
azmi sabita Mohon Tunggu... Mahasiswa - stay connected to God

be confident :0

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Konsep Jual Beli All You Can Eat dalam Pandangan Fiqih Muamalah

6 Juni 2023   22:47 Diperbarui: 6 Juni 2023   22:53 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada dasarnya manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain, terutama dalam hal pemenuhan kebutuhan hidup. Hubungan manusia sebagai makhluk sosial inilah yang disebut bermuamalah. Dalam bermuamalah, umat islam diwajibkan untuk mengikuti pedoman yang sesuai dengan Al-Qur'an, Hadits, dan ketetapan para Ulama' yang semua itu telah dibuat satu pembahasan tersendiri yaitu Fqih Muamalah. Fiqih Muamalah merupakan suatu ilmu yang mengatur tentang hal-hal yang berkaitan dengan hubungan antar manusia, baik itu transaksi kehartabendaan seperti jual beli, perkawinan, persengketaan atau perceraian, pembagian warisan, hingga urusan kematian. Namun, pada artikel ini, penulis akan membahas terkait jual beli.

Jual beli merupakan serangkaian aktivitas yang didalamnya terjadi pertukaran sesuatu dengan sesuatu. Secara istilah, jual beli merupakan pertukaran harta dengan harta menggunakan cara tertentu. Harta diartikan sebagai sesuatu yang memiliki nilai manfaat dan cenderung dapat digunakan. Sedangkan cara tertentu diartikan sebagai sighat atau ungkapan ijab dan qabul yang mana dilakukan oleh penjual dan pembeli. Jual beli, pada dasarnya merupakan akad yang diperbolehkan dalam islam.

Berdasarkan firman Allah yang tertuang dalam Al-Qur'an Surat Al Baqarah ayat 275:

Artinya: Orang-orang yang memakan riba tidak dapa berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barangsiapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu ia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barangsiapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.

Selain dalam Al-Qur'an, hukum kehalalan jual beli juga disebutkan dalam sabda-sabda Rasulullah SAW. Dari banyaknya sabda Rasulullah SAW, para Ulama' khususnya dalam madzhab fiqih mengumpulkannya menjadi bab tersendiri pada masing-masing kitabnya. Salah satu kaidah fiqih yang berkaitan dengan muamalah yaitu

"Hukum asal dari muamalah itu mubah (boleh), kecuali jika di temukan dalil yang mengharamkannya"

Jadi, dalam hukum asal dari bermuamalah itu adalah mubah (boleh) seperti halnya makan, minum, tidur dan sebagainya. Namun, jika ditemukan dalil yang menyebutkan bahwa perbuatan tersebut haram.

Di artikel ini, penulis akan membahas terkait konsep jual beli dengan sistem all you can eat yang belakangan ini banyak diterapkan oleh restoran-restoran modern. Bagaimana konsep jual beli all you can eat dalam pandangan fiqih muamalah? Apakah konsep tersebut sesuai? Yuk, simak artikelnya sampai selesai...

Dilansir dari detikfood, konsep all you can eat pertama kali muncul pada abad ke-16. Di waktu itu, salah satu restoran di Swedia menyediakan makanan dan minuman yang dapat disantap sepuasnya oleh para tamu pesta. Konsep tersebut dikenal dengan istilah brnnvinsbord. Kemudian di abad ke-18 istilah tersebut berubah menjadi smrgsbord untuk sajian bagi para tamu pesta yang hadir dari berbagai daerah. Selanjutnya, konsep all you can eat semakin populer sejak muncul di Olimpiade Musim Panas Tahun 1912.

Dilansir dari kompasTV, konsep all you can eat banyak ditemukan di restoran barbeque korea, restoran hot pot china, dan restoran churrasco brasil. Namun, belakangan ini telah ditemukan beberapa restoran-restoran lokal Indonesia seperti bakso dan warung prasmanan juga mulai menerapkan konsep jual beli all you can eat. Namun, meski konsep all you can eat adalah makan sebanyak yang diinginkan, terdapat beberapa aturan yang ditetapkan oleh pihak restoran untuk pelanggan-pelanggannya. Seperti memberi batasan dan durasi waktu yang pada umumnya berkisar dari 90-120 menit, makanan tidak untuk dibawa pulang, hingga memberikan sanksi terhadap para pelanggan yang tidak menghabiskan makanannya.

Lalu, bukankah konsep all you can eat mengandung unsur ketidakjelasan dalam transaksinya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun