Mohon tunggu...
Azman Hassam
Azman Hassam Mohon Tunggu... Guru - Aku Dari Depan

Semua rasaku tercurahkan lewat tulisan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Yang Menahan Itu Aku

23 September 2019   08:22 Diperbarui: 23 September 2019   08:30 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Keesokan harinya, aku melewati jalan itu lagi, diwaktu yang sama menuju maghrib. Dia muncul lagi dari depan gang, aku melihatnya lagi, dan saat itu juga aku tidak ingin melihat kearah lain kecuali kepada dia, aku menatap senyumnya seperti pembicaraannya tidak pernah ada yang sia sia, melihat wajahnya yang seperti tak pernah terlihat oleh mata lainnya. Aku bingung pada saat itu kenapa mataku tak bisa lepas dari pergerakannya, tak mampu berpaling dari senyumnya. Bersamaan dengan itu Adit gembrot muncul lagi.

"Man, kamu ngapain kayak patung begitu?" tanya Adit

"Bukan patung dit, tapi aku lagi lihat perhiasan" jawabku keceplosan kepada gembrottt

"Ohh dia ya man, yang kemaren kamu tanya itu.. cieee" si gembrot mulai kurang ajar lagi

"Mending jangan man, sulit"

"Maksudmu dit?" tanyaku

"Dia wanita yang baik, sopan, terjaga, dan tentu dari keluarga yang tidak sepadan denganmu, mending jangan dehh man" Adit seakan-akan meminta untuk jangan mendekati dia

"Emang begitu banget dit, ini juga mungkin cuman perasaan biasa doang" aku menghindar dari perasaan yang sesungguhnya

"Ya baguslah kalau cuman perasaan biasa, jangan sampe beneran lohh" sekilas Adit mengatakan itu, dan aku rasa perasaan ini bukan main main

Ketika Adit mengatakan hal untuk aku jangan mendekatinya, aku pun merasa seperti tidak percaya diri dengan rasa cintaku, rasa ini sangat membingungkan, padahal aku hanya melihatnya sekilas dan tiba tiba aku bisa jatuh cinta. Dikemudian hari aku tak sengaja lagi lewat jalan didaerahnya, dan saat itu waktu yang berbeda dan aku tidak mengendarai motor, aku belanja didaerah rumahnya ketika itu pun dia muncul Bersama ibunya, membeli makanan untuk berbuka disamping tempat yang dimana aku membeli makanan juga.

Saat itu juga aku melihatnya lagi, dengan tatapan yang biasa, berharap ketika aku melihatnya rasa ini tidak terus bermunculan. Tapi tidak bisa, selalu ketika dia ada dihadapanku hatiku berkata "Kau mulai mencintai dia", aku tak bisa menghindar dari rasa ini, bahkan ketika dia tidak mengenalku, jadi ini seperti cinta dari orang yang tak dia kenali. Telah berselang lama berita muncul begitu saja bahwa ada seseorang yang dekat dengannya, yang setara dengan dia, yang keluarganya pantas untuk dia, dan saat itu aku sadar aku bukan sesuatu yang pantas untuknya.

Tak pernah aku katakan rasaku padanya, ini hanyalah sebuah pendaman yang tak bisa dia baca dari setiap pertemuan kita yang tak saling tatap, dari jalan yang aku lewati, dari tempat aku menatapnya, tak berselang lama teman-temanku yang lain mengetahui perasaanku dari kelakuanku setelah kejadian itu, selebihnya lagi Adit si gembrot itu mengatakan kepada teman teman.

"Bagaimana cintamu man??" tiba tiba Akbar menanyakan hal itu, seperti dia tahu perasaanku memang benar

"Aku ingin ini hilang bar, tapi tak bisa" jawabku dengan jujur dan tak ingin menghindar lagi

"Kau tak perlu memperjuangkannya, karena itu tidak akan bisa lagi" dengan ucapan yang serius

"Iya betul, aku ingin menjauh saat ini, entah dia sadar dengan rasaku atau tidak, aku hanya ingin tidak memikirkan dia lagi" itu membuatku ingin mengubur perasaan

Saat itu aku benar benar tidak yakin dengan diriku, apa aku bisa mendapatkannya karena keadaan aku dan dia yang berbeda.

"Jika kau mencintai dia ungkapkan saja, itu tidak akan membuatmu jatuh, man" Wahyu tiba tiba berkata dengan nada menyemangatiku

"Bukan aku tak ingin mengungkapkan ini, tapi aku harus sadar rasa ini tidak seharusnya muncul" jawabku lagi dengan keadaan tak percaya diri

"Cinta bukan masalah kedudukan man, cinta bebas memilih untuk siapa dia jatuh, dan cinta menjatuhkan dirinya padamu"

"Tapi disetiap rasa harus ada pembatas yu"

"Jangan ragu dengan rasamu man, jika kau benar benar mencintai dia", Wahyu mencoba meyakinkanku.

"Aku takut dengan keadaanku yu, lebih baik aku tak mengungkapkannya", dengan tidak sepenuh hati aku mengatakan itu, karena sejujurnya cintaku meninggi bagai semeru tak bisa kutampung lagi,

Lama sudah waktu berjalan, sampai aku pergi meninggalkan kota kelahiranku demi tujuan menimba ilmu, dan aku buang rasa itu disana, tapi tak berselang lama rasa ini kembali bukan semakin mengecil tapi semakin meninggi. Dan sekarang selalu aku bawa kemanapun aku menuju, yang semua tercurahkan lewat tulisanku, yang bermakna untuknya.

"Bagaiman keadaan dia?" Tanyaku pada Sinbad

"Dia baik baik saja,,, sudahlah lebih baik kau cari ilmu yang banyak disana" Sinbad menekankanku untuk lebih giat dan tidak memikirkan dia lagi

"Baik bad" jawabku singkat

"Jika dia jodohmu, dia tidak akan jauh darimu" Sinbad mengatakan itu dengan yakin

"Baiklah, aku akan mencoba mengatasi rasa ini" jawabku.

Cinta itu bagian dari sebuah rasa, kita tak bisa mengaturnya secara sistematis. Malah sebaliknya, kita yang diatur oleh rasa itu sendiri, karena rasa tumbuh bukan sesuai kehendak kita. Rasa tumbuh ketika Allah menginginkan kamu sebagai salah satu orang yang Bahagia dengan merasakan rasa cinta yang besar terhadap seseorang yang mungkin takkan pernah kau milikki.

Aku mencintai dia dengan rasa yang diberikan Allah kepadaku, bukan dari hawa nafsuku, walau pada akhirnya cinta tak sampai pada telinganya. Tapi aku tak harus merasa sedih, karena cintaku telah didengar oleh Allah ketika dia tak mendengar cintaku.


Malang, 16 September 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun