Mohon tunggu...
Azkiyaul mustafidah
Azkiyaul mustafidah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Univeritas Airlangga

Suka mendengarkan musik pop, calon nakes

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Efektifitas Terapi Bekam terhadap Rehabilitasi Pasien Post Stroke

26 Mei 2024   12:54 Diperbarui: 27 Mei 2024   16:17 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Stroke merupakan penyakit serebrovaskular yang menjadi penyebab utama kematian di Indonesia. Jumlah penderita stroke di seluruh dunia yang berusia dibawah 45 tahun terus meningkat, akibat stroke diprediksi akan meningkat seiring dengan kematian akibat penyakit jantung dan kanker. Stroke merupakan penyebab kematian tersering ketiga di Amerika dan merupakan penyebab utama disabilitas permanen (Handayani & Dominica, 2019) Sehingga pada klien stroke biasanya mengalami gangguan mobilitas fisik atau beresiko mengalami keterbatasan gerakan fisik dari satu atau lebih ekstermitas secara mandiri (PPNI, 2016).

Serangan stroke lebih banyak dipicu karena hipertensi yang disebut "Silent killer" (Hanum & Lubis, 2017) Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah faktor risiko utama untuk terjadinya stroke. Tekanan darah tinggi dapat merusak pembuluh darah di otak, menyebabkan arteri menjadi sempit, dan akhirnya meningkatkan risiko penyumbatan arteri (stroke iskemik) atau pecahnya pembuluh darah (stroke hemoragik). Ketika tekanan darah tinggi tidak dikontrol dengan baik, kerusakan pada pembuluh darah dapat terjadi secara bertahap. Hal ini meningkatkan kemungkinan pembentukan darah atau pecahnya pembuluh darah, yang dapat menghambat aliran darah ke otak. Hipertensi hingga saat ini telah mengakibatkan morbiditas yang memerlukan penanganan serius, dan mortalitas yang cukup tinggi (Olomu et al., 2016).

Tingginya kejadian hipertensi memerlukan strategi pencegahan maupun penanganan sangat penting segera dilakukan untuk menghindari peningkatan hipertensi. Dalam mencegah komplikasi, maka dapat dilakukan dengan pengobatan farmakologis maupun non-farmakologis (Suhartini, et al., 2019).

Terapi farmakologis didefinisikan sebagai pengobatan hipertensi dengan bahan kimia seperti diuretik, beta blocker, dan calcium channel blocker.

pada pengobatan ini dokter harus menentukan tanda-tanda hipertensi pada pasien dengan memulai terapi farmakologis untuk mencegah perkembangan komplikasi lain. Terdapat efek samping yang sering terjadi pada penderita hipertensi terutama yang mengonsumsi obat-obatan seperti sakit kepala, pusing, lemas, dan mual terutama pada lansia yang sudah mengalami penurunan, serta resiko terjadinya komplikasi akibat hipertensi, namun harganya relatif mahal (Machsus et al., 2020).

Di kalangan masyarakat hingga saat ini banyak orang menyukai terapi komplementer karena relatif terjangkau, kurangnya bahan kimia dan efek penyembuhan cukup signifikan, dan salah satu terapi komplementer yang dapat menangani hipertensi yaitu terapi BEKAM (Alfiyansah, 2017). Keanekaragaman jenis pelayanan kesehatan alternatif di Indonesia, terapi bekam adalah metode kuno dan holistik yang menjadi salah satu solusi bagi masyarakat untuk pengobatan berbagai penyakit (Qureshi et al., 2017), dapat menstimulasi sirkulasi darah dalam tubuh secara umum melalui zat Nitrit Oksida (NO) yang berperan memperluas pembuluh darah sehingga menyebabkan penurunan tekanan darah. Apabila terapi bekam dilakukan pada satu titik maka kulit (kutis), jaringan bawah kulit (subkutis), fasia, dan otot akan mengaktivasi mast cell untuk melepaskan beberapa zat seperti serotonin, histamine, baradikinin, slowreachig substance (SRS) serta zat lain yang belum diketahui. Zat-zat ini menyebabkan terjadinya pelebaran kapiler dan arteriol serta flare reaction pada daerah yang dibekam. Hal ini menyebabkan terjadinya perbaikan mikrosirkulasi pembuluh darah yang mengakibatkan timbul efek relaksasi otot-otot yang kaku serta akibat vasodilatasi umum yang akan menurunkan tekanan darah secara stabil (Kusyati, 2012). Oleh karena itu orang dengan penderita stroke yang melakukan terapi bekam, akan dilakukan pada area yang terkena stroke atau pada area tertentu yang dipilih untuk merangsang aliran darah dan mempercepat pemulihan. Pemilihan area yang tepat dan teknik mengaplikasian yang benar sangat penting untuk memaksimalkan manfaat terapi bekam bagi penderita stroke.

Maka dari itu orang yang memiliki gejala stroke, asamurat, kolesterol bisa untuk memakai terapi Bekam ini supaya penyakit yang ada didalam tubuh keluar melalui pengambilan darah kotor tersebut. Dari beberapa orang yang telah melakukan terapi bekam merasakan badan lebih ringan, tidak sakit, tidak pusing, dan orang yang mengalami stroke akan berangsung membaik.

Ayo mulai sekarang peduli akan kesehatan yang ada di diri kalian, jangan biarkan penyakit menggerogoti tubuh kalian. Hidup sehat hidup tentram

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun